Kehilangan

Saat matahari mulai menampakkan jati dirinya dan kudapati diriku tengah melamun dibalik jendela. Kuletakkan kepalaku pada daun jendela dan kedua tangan yang sengaja kulipat untuk menopang dagu.

Tiba-tiba air mataku menetes begitu saja. Ada rasa rindu yang menyeruak dalam dada begitu sesak tak tertahankan. Tak hentinya cairan bening itu mengalir membasahi kedua pipiku, bak air bah yang tumpah dari bendungnya. Lagi-lagi aku teringat sesosok kakak yang amat kurindu; sosoknya yang begitu pendiam dan penuh kasih sayang masih melekat bersahabat pada ingatan.

Meskipun ia tipikal orang yang pendiam namun ia mudah dalam bersosialisasi. Karena sikap lembut dan santunnya dalam bertuturkata membuat siapa saja yang berada disampingnya tahan berlama-lama untuk bercengkrama atau sekedar bertukar pikiran.

Teringat tiga tahun lalu saat ia akan meninggalkan rumah. Siapa sangka itu adalah pertemuan terakhirku dengannya? Dan siapa sangka ia akan benar-benar pergi tak akan kembali? Meski aku bukan orang terdekatnya, padamu bagiku teramat berat tatkala ditinggalkan.
Mengingat begitu sering aku merepotkannya dengan sikap manja dan kekanak-kanakanku. Tapi baginya seluruh sikapku tak pernah menjadi beban.

Tak lepas dengan Umma,
Aku sering mendapatinya tengah menangis disela do’a dan sujudnya. Tak hanya sekali dua kali aku sering mendapati pelupuk mata Umma yang basah. Betapa tidak? Ummalah yang telah mengandungnya selama sembilan bulan, lalu melahirkannya. Dan Ummalah yang pertamakali  mengenalkannya pada dunia, yang dengan sabar ia mendidiknya hingga dewasa.

Hingga pada masanya,
Dengan berat hati Umma harus melepaskan kepergiannya. Siapa yang tak merasa hancur melebihi hancurnya seorang ibu yang ditinggalkan anaknya; darah dagingnya? Yang mana kehadirannya menjadikan Umma bangga karena dipercaya untuk menjadi seorang ibu. Dengannya hari-hari yang Umma lalui menjadi lebih berwarna, dan kehadirannya yang membersamai Umma selama dua puluh tahun bukan hal yang mudah dalam melepaskan kepergian.

Tak lepas pula pada Ayah,
Meskipun Ayah nampak kuat dan tegar, namun siapa sangka dibalik ketegarannya ada air-mata dan penyesalan.

Salam rindu dari kami adik-adik nakalmu. Semoga kau disana senantiasa diberikan afiyah oleh-Nya. Padamu sosokmu kan senantiasa terpatri dalam sanubari kami yang tak akan terlekang oleh waktu.

“Merindukanmu selalu, karena rinduku takkan pernah berubah!”
Share:

0 komentar:

Posting Komentar