Lingkar Pertemanan

Kamu boleh merasa sedih, kesal ataupun marah saat kamu tahu jika teman mu tak bisa memperlakukan mu sama dengan yang lainnya. Kamu juga boleh tidak menerima sikapnya, tapi kamu juga perlu sadari jika baik atau tidaknya sikap mereka kepadamu tidaklah berpengaruh bagi kesuksesanmu. Jadi biarkan saja mereka bersikap begitu. Abaikan, kamu perlu bersikap bodo amat untuk melangkah lebih maju.

Kamu tidak seharusnya disibukkan dengan pikiran-pikiran negative tentang orang lain. Biarkan jika mereka tak bisa bersikap adil terhadapmu. Biarkan jika mereka tak mempedulikanmu. Pun jika mereka juga tak pernah menganggap kehadiranmu, biarkan saja. Sebab cita-cita dan karyamu tak bergantung dengan sikap yang mereka perbuat.

Seharusnya kita lebih disibukkan dengan pikiran-pikiran positive yang membangun. bukan pikiran negative yang justru membuat diri kita semakin terpuruk.

Perlu sadari ada mereka yang peduli dan tulus menyayangi. selama ada mereka yang senantiasa membimbing dan mendukung kita kenapa kita harus memikan pikiran-pikran negative dari orang yang sibuk mendendam.

Belajarlah bersikap bodoamat toh tanpa mereka kamu tetap bisa.

Seharusnya

Sudah kubilang berulangkali bahwa mengenang sesuatu yang sudah hilang tak akan pernah membuatmu tenang. Justru mengenang akan membuatmu kembali merasa terluka secara berulang.

Untuk apa mengenang jika itu membuatmu kembali merasa tersakiti . Untuk apa mengenang jika akhirnya justru membuatmu semakin susah melupakan. Untuk apa mengenang jika akhirnya membuatmu kembali dihantui bayang.  Untuk apa, jika akhirnya kau pun membuat luka semakin menganga.

Berulangkali kubilang; lupakan. Ia tak patut untuk dikenang. Lepaskan, sebab belenggu hatimu akan mengikat semakin erat. Sembuhkan dan maafkan dirimu, karena kamu berhak untuk itu. 

Seharusnya kau sadari, jika hatipun ingin menyudahi. Seharusnya kau sadari mengenangpun akan menyakiti diri sendiri. Seharusnya kau sadari, menyesal itu pasti. Namun kau pun perlu sadari, jika sesalmu tak akan berarti. Sudahi menyakiti diri dengan menyesali semua yang telah terjadi. Nasi sudah menjadi bubur, kau pun perlu mengubur. Tak perlu sesali, kau hanya perlu perbaiki.

Ambilah hikmah. Petiklah buah pelajaran dari luka masa lalu, niscaya kau kan temukan kebahagiaan. Belajarlah memaafkan dengan hati yang lebih lapang, niscaya kau kan dapati ketenangan. Kemudian basuhlah luka masalalumu dengan menuliskan cerita indah pada lembaran yang baru.


Blurb CRUU

Muhammad Akhyar,  seorang remaja yang mulai tumbuh menjadi sesosok dewasa yang tegar. Dalam hidupnya ia tidak merasakan hangatnya kasih sayang keluarga terutama kasih sayang seorang umma –begitu ia biasa memanggil ibunya.

            Pada masanya ia pun pernah terombang-ambing tanpa pegangan, bak dahan ditengah lautan kemudain Allah mengirimkan sesosok sahabat yang baik dan setia. Ia yang selalu menemani dan menggenggam kedua  tangannya dikala suka maupun duka.

            Siapa sangka dari sosoknya yang selalu tampak ceria nyatanya lebih banyak menyimpan ribuan luka dan air mata. Hampir tidak ada seorangpun yang mengetahui sisi rapuhnya kecuali –Zabil sahabatnya.

            Perceraian yang terjadi duabelas tahun lalu antara ayah dan ummanya meninggalkan jejak trauma dalam dirinya. Sesosok ayah yang dahulu amat ia cintai dan hormati kini justru menjadi sosok yang paling ia benci.

            Ia tidak pernah menyangka ternyata ayah benar-benar kejam karena telah memisahkan dirinya dengan umma. Kemarin, setelah mendengar kebenaran tentang umma, batinnya merasa teriris. Ternyata selama ini ia salah membenci dan salah menduga akan umma.

            Sepuluh tahun terhitung semenjak ayah mengambil hak asuh atas dirinya, ia berpisah dari umma. Berpisah dalam artian benar-benar berpisah. Karena semenjak hari itu pula nama umma benar-benar dihapus dalam hidup dan ingatannya.

            Kini setelah ia mengerti kebenaranya, ia dihatui rasa gelisah dan bersalah akan umma. Ia ingin segera menemui dan meminta maaf kepadanya. Namun lagi-lagi ayah selalu menghalangi langkahnya. Siang malam ia memikirkan berbagai cara untuk bertemu umma, dan semakin ia memikirkannya semakin bertambah pula kerinduan dalam dadanya.

            Terkadang terbesit dalam benaknya ingin pergi dan kabur dari ayahnya. Namun disisi lain ia takut akan ancaman ayahnya. Apa daya ia tak memiliki kuasa dan bekal apa-apa. Hingga akhirnya kegelisahan itu terjawab dengan pertemuan yang tidak disengaja dengan paman –adik dari ummanya.

Berhasilkah Akhyar kembali dalam pelukan ibunya? Ataukah ia benar-benar terpenjara dalam kungkungan ayahnya?

Temukan jawabannya di dalam novel yang membongkar kisah lika-liku perjalanan cinta dan rindu yang menggebu nan penuh air mata ini. Selamat membaca!


From Allah to Allah

Gatau sering banget kalau sedang di kamar mandi suka kepikiran sesuatu. Kadang kala kamar mandi adalah tempat ternyaman untuk intropeksi ataupun tempat paling aman untuk menumpahkan resah dengan tangisan kecil, yaa cocok sekali buat ku yang sering bersikap seolah baik-baik saja, meski nyatanya sering berurai air mata. Ada yang sama?.

Atau, kamar mandi adalah tempat strategis untuk mencari ide-ide kecil. Btw, kalian pernah ga sih waktu di kamar mandi tiba-tiba muncul ide-ide baru yang sesekali suka muncul begitu aja tanpa berniat mencarinya?. Atau waktu kalian sedang ujian mata kuliah atau sekolah kalian sering izin ke kamar mandi cuma untuk mengingat beberapa rumus atau materi yang sempat terlupa. Hehe kiranya kita sama, pernah begitu. Yaap tak buruk-buruk amatlah.. setidaknya ketika sedang berada dalam kamar mandi waktu tidak benar-benar terbuang sia-sia. Mungkin. Pikirku begitu.

Tapi, tau gasih disisi lain kamar mandi itu tempat berhuninya jin. Bahkan dari buku yang pernah kubaca kamar mandi itu tempat favorite bagi jin. Mungkin kalau boleh diibaratkan yaa, bagi sebagian besar dari  kalangan cewe tempat favoritenya itu yaa Mall. Maka dari itu, kita dilarang berlama-lama di kamar mandi sebab itu tempat favorite bagi kalangan mereka. Hiii, kalau dipikir-pikir serem juga yaa..

Haduduh, baru sadar eimm klo keluar topik..

Back. Iyah jadi tetiba aku kepikiran sebuah kutipan dalam buku yang sedang kubaca, kira-kira begini.. "Kalau kita melakukan sesuatu itu harus diniatkan untuk Allah dan ditujukan pada Allah -from Allah to Allah- agar pekerjaan kita itu berbuah pahala dan tidak sia-sia."

Dari kutipan itu aku belajar, bahwa kita harus menggantungkan segala sesuatu hanya kepada-Nya. Dimulai dari niat untuk-Nya dan diakhiri dengan tujuan kepada-Nya, agar di dalamnya kita dapat menuai banyak pahala dan keberkahan. Jika boleh diibaratkan, niat itu layaknya seorang pemandu dalam sebuah perjalanan panjang pada jalan terjal lagi berkelok. Maka dengannya langkah kita juga menjadi lebih terarah dan tertuntun dengan baik. Tak akan lagi kita kan merasa terseok ataupun tersandung, sebab dengan niat itu kita akan merasa ada Allah, yang akan menuntun langkah kita, yang memberikan kita semangat dan pegangan agar pijakan kaki kita kokoh sehingga kita akan sampai pada tujuan dengan selamat  .

Hemmtt, "Boleh juga." batinku.

Kemudian aku berfikir tentang bisnis baru yang sedang ku jalani, "Sudah bener belum ya?" pikirku mengoreksi.

Satu kata -Oke- akhirnya aku memutuskan semuanya. Bismillah, memulai dengan menata niat yang lurus dan membangun tujuan yang lebih serius. Bismillah.. Bismillah.. Semoga berkah Ya Rabb..


Menggandakan Niat Suatu Amalan Bolehkah?

Niat merupakan sesuatu yang penting dalam menetukan suatu amalan seseorang, apakah nantinya akan bernilai sebuah ibadah ataukah hanya sekedar kebiasaan dan rutinitas biasa. Terkadang niat juga dapat mempengaruhi besar kecilnya pahala seseorang, oleh karena itu seyogyanya seseorang memperhatikan niat sebelum beramal.

Para ulama fiqih ushul fiqh dan ulama hadits banyak membahas hal ini dan berhujjah dengan hadits Umar radhiyallahu’anhu yang terkenal itu, dan dapat ditarik kesimpulan yaitu,

Apabila salah satu dari dua niat tersebut ditujukan untuk kepentingan dunia, maka para ulama tidak memperbolehkannya, sebagaimana orang yang meniatkan puasa dengan tujuan beribadah dan tujuan kesehatan. Berbeda halnya jika ia meniatkan tujuan kesehatan tersebut sebagai sarana agar tercapainya sebuah hikmah maka diperbolehkan.

Kemudian bagaimana jika kedua niat tersebut ditujukan untuk ibadah saja? Sebagaimana orang yang melakukan puasa senin-kamis dengan niat menjalankan sunnah dan juga untuk mengqadha’ puasa Ramadhan, atau orang yang melakukan shalat dua rakaat dengan niat shalat dua rakaat tahiyyatul masjid dan shalat rawatib, apakah diperbolehkan?

Para ulama sepakat hendaknya ia menentukan niat pada ibadah-ibadah yang fardlu saja. Adapun Syaf’'iyyah dan Hanabilah menambahkan begitu  juga pada shalat-shalat rawatib yang tidak mutlak dan shalat-shalat yang dilakukan karena ada sebab tertentu, seperti shalat dhuha dan shalat tahiyyatul masjid.

Dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah dijelaskan, apabila sebuah amalan diniatkan untuk melakukan yang wajib dan juga sunnah maka hukumnya boleh selama kedua ibadah itu sama jenis dan tujuannya, dan akan mendapatkan pahala dari keduanya. Sebagaimana seseorang yang shalat dengan niat menunaikan shalat fardlu dan sunnah tahiyyatul masjid maka ia akan mendapatkan keduanya, begitu juga halnya dengan seseorang yang mandi janabah sekaligus untuk mandi jum’at.

Adapun jika sebuah amalan yang dilakukan dengan dua niat yang keduanya sama-sama sunnah maka hukumnya boleh. Sebagaimana mandi dengan niat untuk shalat Ied dan Jumat, puasa arafah bersamaan dengan shaum senin-kamis, dan shalat tahiyyatul masjid bersamaan dengan shalat rawatib qabliyah. Kecuali apabila kedua amalan sunnah tersebut berbeda waktu pelaksanaannya maka tidak diperbolehkan. Contohnya shalat tahiyyatul masjid dengan qadha sunnah fajar, ataupun shalat ied dengan shalat kusuf. Wallahu a’lam bish shawwab!

Disarikan dari kitab:
Muhammad Shidqi al-Burnu, Al-wajiz fi idlahi qawaidi al-fiqhi al-kulliyah
As-Suyuti, Al-Asybah wa an-Nadhair

Berbekam Saat Puasa Batalkah?

Bekam dalam istilah bahasa Arab adalah “al-hijamah”, yaitu menghisap darah dengan muhjam (cantuk) yang terbuat dari tanduk hewan. Sebagaimana yang disebutkan oleh al-Ba’li dalam kitabnya al-Qomus al-Fiqhi, beliau berkata: dan hijamah itu adalah sesuatu yang ma’ruf atau sudah diketahui.
            Adapun istilah Wikipedia-nya yaitu, sebuah metode dengan cara mengeluarkan darah statis (kental) yang mengandung toksin dari dalam tubuh manusia. Berbekam dengan cara melakukan pemvvakuman di kulit dan pengeluaran darah darinya.
            Berbekam di masa kini pada prakteknya ada yang tidak sampai mengeluarkan darah, sebab saat ini berbekam sudah menggunakan alat khusus, berbeda dengan zaman dahulu yang masih menggunakan cantuk yang dapat mengeluarkan darah dengan cara dihisap.
            Berdasarkan pemaparan tersebut maka dapat disimpulkan adanya dua kemungkinan, yaitu seseorang dapat melakukan bekam dengan dua acara bekam basah dan kering. Kemudian muncullah perbedaan pendapat diantara para ulama mengenai hukum berbekam pada saat puasa membatalkan atau tidak?
            Jawab: Mayoritas fuqoha mazhab Hanafi, Maliki, dan Syafi’i berpendapat bahwa bekam tidak membatalkan puasa. Mereka berdalil dengan hadits Ibnu Abbas, bahwa Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam melakukan bekam ketika sedang ihram dan ketika puasa.
            Juga hadits yang diriwayatkan oleh imam Bukhari, dari Anas bin Malik keika ia ditanya: “Apakah kalian dahulu memakruhkan bekam?” ia menjawab:  “Tidak, kecuali menyebabkan lemah“, dan dengan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Said Al Khudri, ia berkata: “Rasulullah SAW memberikan keringanan bagi orang yang berpuasa untuk berbekam”.
            Adapun mazhab Hanbali berpendapat berbekam membatalkan puasa, mereka berdalil dengan hadits Syaddat bin Aus, ia berkata “Kami dahulu bersama Rasulullah waktu pembebasan kota Mekah, maka beliau melihat seorang yang sedang berbekam pada hari ke-19 di bulan Ramadahan maka ia berkata sambil menarik tanganku: “Batallah puasa orang yang membekam dan dibekam.”
            Mayoritas fuqaha’ menjawab hadis yang menjadi dalil ulama mazhab Hanbali bahwa hadits tersebut hukummya dihapuskan (mansukh) oleh hadits Ibnu Abbas yang menyatakan bahwa Nabi SAW melakukan bekam saat ia sedang berpuasa.
            Maka pendapat yang rajih dan kuat bahwa berbekam baik kering maupun basah tidak membatalkan puasa. Adapun ijama’ ulama menyepakatinya, mereka juga berpegang dengan hadits  yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas dan Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhum. Wallahu A’lam bish Showwab!

Referensi:
Dr. Mahmud al-Madaghi, Ahkamun Nawazil Fish Shiyaam
Dr. Ahmad bin Muhammad al-Khalil, Mufthirotu as-Shiyaam al-Muashirah

#Daring
#dirosahMaktabiyah
#Mahidayaturrahman
#SantriProduktif
#dirumahAja

Seni menikmati ujian (2)



Dalam hidup seringkali kita merasakan sedih ataupun senang. Sedih karena diberi cobaan berupa kesehatan maupun kesulitan, dan senang ketika kita diberi sebuah kebaikan maupun kenikmatan. Dan dengan cobaan  tersebut kita akan dimintai pertanggungjawaban. Allah Ta’ala berfirman:
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ المَوْتِ وَنَبْلُوْكُمْ بِالشَّرِّ وَالخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُوْنَ
“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kamu akan dikembalikan hanya kepada kami.” (Qs. Al-Anbiyaa’: 35)
Memang dunia ini adalah medan ujian. Kehidupan ini adalah medan perjuangan. Allah berfirman, “Maha Suci Allah yang Menguasai (segala) kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Yang Menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa, Maha Pengampun.” (Qs. Al-Mulk: 1-2)
Ujian adalah Sunnatullah
Ujian merupakan sunnatullah bahwasannya Allah Ta’ala telah menentukan ujian dan cobaan bagi para hamba-Nya. Mereka akan diuji dengan berbagai macam ujian, baik dengan sesuatu yang disenangi oleh jiwa berupa kemudahan dalam hidup atau kelapangan rizki, atau diuji dengan perkara yang tidak disukai.  Ini adalah sebuah sunnatullah yang tidak akan berubah dan akan berlaku pada seluruh hamba-Nya.
Segala nikmat yang Allah berikan adalah ujian, apakah  ia akan menjadi hamba-Nya yang bersyukur ataukah menjadi kufur. Sungguh benar apa yang diucapkan oleh Nabi Sulaiman ‘alaihis salam tatkala mendapatkan nikmat, “Ini termasuk karunia dari Rabb-ku untuk mengujiku, apakah aku bersyukur ataukah mengingkari (nikmat-Nya). Dan brang siapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri. Dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Rabb-ku Maha Kaya lagi Maha Mulia.” (Qs. An-Naml: 40).
Ujian Berdasarkan Tingkat Keimanan
Akhwati fillah...
Ketahuilah, bahwasannya besarkecilnya ujian berdasarkan tingkat keimanan seseorang. Semakin tinggi iman seseorang maka semakin tinggi kadar ujian yang akan ia hadapi. Nabi Shalallahu alaihi wassallam bersabda,
“Orang yang paling berat ujiannya adalah para Nabi, kemudian yang paling sholih dan seterusnya. Seseorang diuji berdasarkan agamanya, jika agamanya kuat maka semakin keras ujiannya, dan jika agamanya lemah maka ia diuji berdasarkan agamanya. Dan ujian senantiasa menipa seorang hamba hingga meninggalkan sang hamba berjalan diatas bumi tanpa ada sebuah dosapun.” (hadits Shohih no.143)
Renungi dan Nikmati
Marilah berfikir sejenak,
Pertama, yakinlah dibalik kesulitan pasti ada kemudahan. Dan bukankan  kebahagiaan selalu Allah simpan setelah adanya kesulitan? Allah berfirman,
إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. al- Insyiroh: 6)
Maka dengan adanya keyakinan setelah kesulitan itu pasti ada kemudahan; kita akan menerima rasa sulit itu dengan rasa senang, dan kita akan merasakan rasa sakit itu dengan rasa syukur. Sehingga dikatakan;
“Sangat menakjubkan urusan orang-orang mukmin itu. Mereka menerima semua persoalan hidup sebagai kebaikan baginya. Apabila kegembiraan yang diterimanya ia bersyukur dan itu adalah kebaikan baginya. Dan apabila kepedihan yang diterimanya maka ia bersabar dan itu merupakan kebaikan baginya” (HR Muslim).
Kedua, sabarlah dengan ujian yang sedang menimpa. Sebab Allah tidak membebani seseorang melaikan sesuai dengan kesanggupannya. Allah berfirman, “.....dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang yang benar (imannya). Dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (Qs. Al-Baqarah: 177)
Ibnul Qayyim rahimahullah, mengutarakan bahwa ayat seperti ini banyak terdapat dalam Al-Qur’an. Sehingga keberadaan sabar dalam menghadapi ujian dan coban dari Allah benar-benar menjadi barometer keimanan dan ketakwaan kepada Allah. Madarijussalikin 2/152
Ketiga, bukankah ujian yang dihadapi dengan kesabaran akan menghapuskan dosa-dosa dan meninggikan derajat? Sebagaimana firman Allah, “Kecuali orang-orang yang  sabar (terhadap ujian), dan mengerjakan amal-amal sholeh; mereka itu memperoleh ampunan dan pahala yang besar.” (Qs. Hud: 11)
Namun realitanya, seringkali seseorang mengukur kebahagian secara dhahir saja. Tidakkah seharusnya seseorang berfikir lebih jernih dan berhusnudzon pada Allah Ta’ala yang Maha segala maha. Bisa jadi dibalik cobaan tersebut Allah sedang merencanakan sesuatu yang lebih baik baginya. Atau  bisa jadi dengan adanya cobaan tersebut Allah ingin menghapuskan dosa-dosanya.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda, “Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seorang muslim, melainkan Allah telah menghapus dosanya. Meskipun musibah itu adalah duri yang menusuk dirinya.”
Dan bisa jadi dengan ujian tersebut Allah menghendakinya  untuk meraih sebuah tempat yang tinggi di syurga, yang mana tanpa adanya ujian tersebut amalan sholihnya belum  mencukupi untuk sampai ke syurganya. Allah berfirman, “Mereka itu akan diberi balasan dengan tempat yang tinggi (dalam syurga) atas kesabaran mereka, dan disana mereka akan disambut dengan penghormatan dan salam.” (Qs. Al-Furqan: 75)
Keempat, ingatlah dengan adanya ujian terkadang kita baru sadar bahwasannya kita sangatlah lemah dan selalu butuh pertolongan-Nya, terkadang kita baru  merasa nikmatnya ibadah; ketika khusyuk dalam shalat dan doa. Dan baru menyadari arti berharap dalam ikhtiyar dan tawakkal pada Allah, ketika ujian datang dan musibah menerpa.
Kelima, berprasangka baiklah kepada Allah dan yakinlah bahwa dibalik ujian dan musibah yang menimpamu ada kebaikan dan hikmah. Allah berfirman, “Dan boleh jadi kalian membenci sesuatu padahal ia amat baik bagi kalian” (Qs. Al-Baqarah: 216).
Dan juga firman-Nya, “Maka mungkin kalian membenci sesuatu padahal Allah menjadikan dari padanya kebaikan yang banyak” (Qs. An-Nisaa: 19).
Pada titiknya, banyaknya ujian yang menimpa justru memperkuat rasa tawakkal dan kerelaan seorang hamba kepada keputusan Allah. Disitulah tampak kadar kekuatan iman seseorang bukan hanya terletak pada rakaat-rakaat pendek saja. Hasan al-Bashri rahimahullah berkata: “Pada saat manusia sama-sama sehat, mereka sejajar dalam iman, namun tatkala bencana menimpa, tersingkaplah siapa yang benar-benar kokoh imannya.” Wallahu a’lam bishowwab!

Khitan Wanita Saat Dewasa


Islam merupakan satu-satunya agama yang memberikan perhatian utama terhadap kesehatan manusia. Setiap muslim wajib secara agama menjaga kesehatannya dan menyeimbangkannya dengan kebutuhan rohani. Dan diantara penjagaan kesehatan dalam Islam dengan adanya syari’at lima sunnah fithrah, salah satunya adalah khitan. Berdasarkan hadits:
الفِطْرَةُ خَمْسٌ الخِتَانُ والإِسْتِحْدَادُ وَقَصُّ الشَّارِبِ وَتَقْلِيْمُ الأَظْفَارِ وَتَنْفُ الإِبْطِ
“Fitrah ada lima: khitan, mencukur bulu kemaluan, mencukur kumis, memotong kuku dan mencabut bulu ketiak.” (HR. Bukhari dan Muslim)

             Al-Baidhawi mengatakan bahwa yang dimaksud dengan fitrah adalah sunnah yang sudah dilakukan oleh para nabi dari sejak dahulu dan diperintahkan oleh syari’at kepada semua nabi, seolah-olah hal tersebut merupakan perkara yang sudah menjadi bagian yang alami pada manusia.
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa sallam juga bersabda:
إذَا التَقَى الخِتَانَانِ وَتَوَارَتْ الحَشَفَةُ فَقَدْ وَجَبَ الغُسْلُ
“Apabila bertemu dua khitan, maka wajib wudhu.”

            Secara etimologi khitan berasal dari kata Bahasa Arab yaitu الختان ism dari الختن  yang artinya memotong. Dalam lisan al-Arab disebutkan bahwa istilah al-Khatnu untuk laki-laki dan al-Khafdhu untuk perempuan. Adapun secara terminologi, dalam istilah al-Khafdhu bermakna memotong kulit klitoris paling atas pada kemaluan wanita. Klitoris adalah kulit pada kemaluan wanita yang bentuknya menyerupai jengger ayam.

            Adapun pengertian khitan secara istilah fikih adalah memotong kulit kulup klitoris yang berada diatas kemaluan, bukan memotong bagian klitoris, labia minora dan labia mayora. Memotongnya bukan sewenang-wenang sampai menghilangkan seluruhnya.

Khitan wanita menurut Ulama
            Para ulama sepakat bahwa khitan perempuan secara umum ada di dalam syariat Islam. Namun, mereka berbeda pendapat tentang status hukumnya, apakah wajib, sunnah, atau suatu perbuatan yang mulia.

            Madzhab Syafi’i dan Hanabilah berpendapat bahwa hukum khitan bagi wanita adalah wajib. Mereka bersandar pada hadits Rasulullah Shalalahu ‘Alaihi wa sallam “Apabila bertemu dua khitan, maka wajib mandi.” (HR.Tirmidzi) Imam Mawardi juga berkata:
الخِتَانُ فَرْضٌ وَاجِبٌ فِي الرِجَالِ وَالنِّسَاءِ
“ Khitan itu wajib bagi laki-laki dan bagi perempuan.”

            Imam Nawawi di dalam kitab al-Majmu’ berkata, “Dalam madzhab kami (madzhab Syafi’i) khitan hukumnya wajib bagi laki-laki maupun perempuan. Menurut al-Khathabi, pendapat ini juga merupakan pendapat kebanyakan ulama salaf  (ulama terdahulu). 

            Adapun sebagian ulama’ Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah dan juga riwayat Ahmad. Bahwasannya khitan bagi perempuan adalah sunnah. Namun dalam hal ini mereka berbeda pendapat dalam memaknai makna sunnah itu sendiri.

  • Ulama Hanafiyah memaknai makna sunnah laki-laki derajatnya daripada perempuan. Yakni sunnah laki-laki lebih mendekati wajib namun tak sampai fardlu.
  •  Ulama Malikiyah tidak membedakan makna Sunnah antara laki-laki dan perempuan, yaitu Sunnah laki-laki adalah kewajiban, tidak boleh meninggalkan tanpa ada udzur, begitupula halnya perempuan.
            Sedangkan madzhab jumhur   Hanafiyah dan Malikiyah berpendapat hukum khitan perempuan adalah suatu perbuatan yang mulia bukan sunnah, sebagaimana kedudukan khitan laki-laki. Kata sunnah merupakan pemakaian yang khusus bagi khitan laki-laki, yakni lebih dekat dengan wajib.

            Menurut pendapat Hanafiyah bahwasannya mukarramah bermakana mustahab, yakni khitan sunnah bagi laki-laki dan bagiperempuan dianjurkan. Sebagaimana perkataan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa sallam:
الخِتَانُ سُنَّةٌ لِلرِّجَالِ مَكْرُمَةٌ لِلنِّسَاءِ
            “Khitan bagi laki-laki merupakan sunnah dan bagi perempuan merupakan perbuatan yang mulia.”
Makna perbuatan yang mulia disini adalah khitan seorang perempuan itu ketika dapat menyenangkan suami.

            Menurut jumhur fuqaha’ Hanafi dan Maliki mukarramah, mustahab, mandhub (sunnah) semua maknanya satu. Dan pendefinisian sunnah dalam khitan laki-laki berbeda. Sesungguhnya khitan perempuan itu kedudukannya lebih tinggi dari mubah dan mendekati sunnah, dalam istilah fikih mutaakhirin.

Syarat Wajib Khitan
            Diantara syarat wajib khitan untuk perempuan dalam mazhab Syafi’i adalah: baligh, berakal, memungkinkan untuk di khitan. Sedangkan dalam madzhab Hanabilah perempuan wajib di khitan dengan syarat: baligh, dan aman dari bahaya.

            Adapun keadaan organ genetalia (alat kelamin) perempuan antara satu dengan yang lainnya berbeda-beda. Bagi yang mempunyai kulit kulup penutup klitoris yang besar dan mengganggu aktifitas sehari-hari dan membuatnya tidak tenang karena seringnya terkena rangsangan dan dikhawatirkan akan menjerumuskan kepada perzinahaan maka wajib baginya khitan.

            Sedangkan perempuan yang memiliki klitoris berukuran kecil dan tertutup dengan selaput kulit, maka khitan baginya sunnah karena akan menjadikannya lebih baik dan lebih dicintai oleh suami.

Kapan pelaksanaan khitan perempuan?
            Terdapat beberapa hadits yang dengan gabungan sanadnya mencapai derajat hasan bahwa hadits tersebut menunjukkan waktu pelaksanaan khitan pada hari ketujuh setelah kelahiran. Diantaranya:
            Dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu’anhu berkata, “Terdapat tujuh perkara yang termasuk sunnah dilakukan bayi pada hari ketujuh: Diberi nama, dikhitan,…” (HR. Thabrani)

            Dari Abu Ja’far berkata, “Fathimah melaksanakan aqiqah anaknya pada hari ketujuh. Beliau juga mengkhitan dan mencukur rambutnya serta menshadaqahkan seberat rambutnya dengan perak.” (HR. Ibnu Abi Syaibah)

            Namun, meskipun begitu, khitan boleh dilakukan sampai anak agak besar, sebagaiman telah diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu’anhu, bahwa beliau pernah ditanya, “Seperti apakah engkau saat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam meninggal dunia ?” Beliau menjawab, “Saat itu saya barusan dikhitan. Dan saat itu para sahabat tidak mengkhitan kecuali sampai anak itu bisa memahami sesuatu.” (HR. Bukhori, Ahmad, dan Thabrani).

            Berkata Imam Al-Mawardzi, ” Khitan itu memiliki dua waktu, waktu wajib dan waktu sunnah. Waktu wajib adalah masa baligh, sedangkan waktu sunnah adalah sebelumnya. Yang paling bagus adalah hari ketujuh setelah kelahiran dan disunnahkan agar tidak menunda sampai waktu sunnah kecuali ada udzur. (Fathul Bari 10/342).

            Prof. Dr. Musdah mulia berpendapat, bahwa tidak adanya ketentuan waktu pelaksanaan khitan bagi perempuan. Karena setiap masyarakat memiliki kebiasaan yang berbeda dari satu tempat ke tempat lain. Dalam praktiknya, khitan dilaksanakan berdasarkan kebiasaan atau adat kebudayaan masyarakat setempat. Umumnya, sunat perempuan dilakukan pada saat anak perempuan masih dalam usia bayi, yaitu ketika berusia antara 7 sampai 10 tahun. Akan tetapi, di beberapa negara, seperti pada masyarakat Somalia sunat perempuan seringkali dilakukan pada usia 17 sampai 60 tahun. Sedangkan di Etiopia usia sunat perempuan biasanya dilakukan pada kisaran usia yang lebih tua antara 30 dan 52 tahun. Umumnya, yang paling banyak dilakukan adalah ketika anak perempuan masih balita, yakni antara 4 sampai 7 tahun. Sementara di Indonesia, umumnya sunat dilakukan saat anak perempuan masih bayi, yaitu pada hari ke-7 setelah kelahiran, dan biasanya  dilakukan oleh dukun bayi dan tenaga medis, seperti bidan dan dokter. Wallahu a’lam bisshowaab!

Referensi
  1. Sulthan bin Ali bin Tsabit al-Jaro, al-Fawaidu al-Hisan fi Ahkami al-Khitan. Syabakah al-alukah
  2. Ahmad Ali Muwafi, khitan al-Inats Bainal Masyruiyyah wal Hadhar. Kairo: Dar al-Ulum
  3.  Musthafa al-Adawiy, Jaami’ Ahkam an-Nisa
  4. Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam wa Adilatuhu, Cet.1, jilid.1
  5.  Imam Muhyiddin an-Nawawi, Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, juz.1
  6. Hasyiyah al-Jamil, Fatwahattul wahhab bi Tauqidhihi Syarhu Minhajut Thullab, jilid..5
  7. Emma Yusuf, Khitan Syar’i Perempuan, cet.Ke-1
  8.  https://www.jurnalperempuan.org/blog/sunat-perempuan-dalam-perspektif-islam
  9. https://muslimah.or.id/85-khitan-bagi-wanita.html


Saat Kau Patah Hati


Aku menemukanmu sedang patah hati. Si dia yang menjadi kekasihmu memilih untuk pergi, sebab ia memilih lelaki lain yang memberinya kepastian bukan sedekar janji atau bahkan kata sayang. Padahal dibeberapa waktu lalu aku mendapatimu masih berpacaran, bahkan sudah merencanakan sampai dipelaminan.

Aku tahu ini sangatlah berat bagimu. Tapi seharusnya kau tahu bahwa tidak semua rasa cinta harus diungkapkan, apalagi dengan pacaran. Karena pada akhirnya tidak semua cinta harus berakhir manis, memang. Dan kau harus menikmati sedu-sedan setelah semua berakhir.

Aku tahu, masa lalu bersamanya mungkin terasa indah. Tapi percayalah masa depanmu lebih indah. Jangan paksakan dirimu kembali pada masa lalu karena sekarang kau berada dimasa kini. Jika kau terluka karena cinta, maka tugasmu adalah mengobatinya, bukan menyesali, meratapi, ataupun mempertontonkannya di sosial media. Karena rasa sakitmu bukan tontonan yang setiap orang boleh menontonnya.

Sudah seharusnya kau menyadari, inilah pilihanmu. Kau yang memilih untuk mencintai dan memperjuangkan. Dengannya kau seharusnya mengerti, resiko mencintai adalah patah hati. Hingga kini mungkin kau masih menangis, Meski kau tau menangis pun akan membuatmu lelah dan ia tidak akan kembali seperti semula.

Dan jika baginya kau tak lagi berarti. Mengapa kau masih bersikeras bahwa kau cinta dia. Belajarlah untuk menerima. Bahwa kau pun harus bahagia meski tidak dengan orang yang pernah kau cinta. Sebab terkadang, cinta sesungguhnya bukan dengan orang yang kau inginkan. Namun, dengan seseorang yang senantiasa mengamini doa-doamu. Dan setia membersamaimu hingga hari tua.

Single


Dear..
Kesendirian itu bukan aib, justeru izzahmu begitu suci, hingga tak boleh tersentuh apapun yang dapat menodaimu ataupun meredupkan sinarmu. Bukankah matahari Allah takdirkan sendiri, tapi tetaplah menerangi? Bukankah Allah ciptakan bulan tanpa ada yang menemani, tapi terlihat paling indah diantara jutaan bintang? Jika engkau memilih sendiri tanpa ikatan semu, sungguh bidadari pun cemburu akan semerbak harumnya ketaatanmu.

Jika sampai detik ini jodohmu belum menghampiri, janganlah bersedih. Mungkin dirimu terlalu indah untuk lelaki di dunia, Mungkin engkaulah ratu di istana syurga itu. Tetaplah dengan izzahmu, jangan sampai tersentuh tangan yang hanya ingin memetik dan mencium harummu tanpa memiliki dan menjagamu. Sungguh betapa elegannya engkau jika istiqomah dengan pakaian yang taat, yang berhiaskan akhlak mulia yang dibalut dengan lembutnya amal sholih.
*nurpalahdee

Sepotong Hati yang Tersakiti



Aku mengenal keterpurukan setelah kisah persahabatan kita berakhir. Beberapa kisah yang manis kini berubah menjadi tangis, segala kisah yang dulu berarti kini masih terpatri disanubari. Kamu hilang mengejar bayang mereka, sedang aku memilih tegar berteman bayang yang tersisa.

Masih tergambar jelas dalam ingatan; saat kamu dan aku masih merasakan manisnya persahabatan. Kamu yang selalu ada dalam suka maupun duka, kamu yang setia sebagai pelipur lara, kamu yang selalu merangkul kala terpuruk dan ambruk, kamu yang tak pernah letih meski tertatih.

Kamu aku sama saling menguatkan,

Hingga pada akhirnya kamu berubah. Kamu bersikap acuh, kamu mulai menghindar; dan tak lagi berbicara barang sepatah kata. Yang kutahu kau hanya pergi tinggalkan luka.




Maaf Aku Merindukan mu!

Terdiam aku sibuk dalam fikiran
Bersama bayang sosokmu yang menyapa kesunyian
Ku hempaskan diri memejamkan kedua mata
Menikmati rasa yang timbul tenggelam tak beraturan.

Teringat ku pada sosokmu
Canda renyahmu,
Tutur santunmu,
Humor manismu,
Dan semua caramu yang membuatku tersenyum dan tertawa.

Aku terjebak,
Terlanjurku asyik pada bayang masalalu
Menatap potongan klise yang terus berputar
Seakan klise itu benar-benar nyata

Meski ku telah membentengi diri agar tak terpesona
Namun lagi-lagiku dibuat kalut oleh perasaan.
Aku tau, ini memang salahku
Aku yang sengaja menarik diri dalam bayangmu
Dan kembali terbenam dalam nostalgia masalalu.

Ah, betapa naifnya aku
Aku yang berkomitmen pun dengan mudahnya tersentuh,
Aku tau perasaan ini tak seharusnya ada,
Dan tak semestinya harus dibesar-besarkan
Karena perasaan ini tak boleh terbagi sampai cinta ini memiliki nama.
Maaf aku membuatmu berdosa,
karena aku telah merindukanmu.


#30HariBercerita#Cerita08

Adaptasi Lagi

“Dev..” sapanya membuyarkan lamunanku.
“Ya kak, gimana?”
“Hatinya sudah disini apa masih tertinggal dirumah?”
Aku hanya mampu menjawabnya dengan senyuman 😊
*  *  *
Terkadang terlalu lama dirumah membuatku harus adaptasi lagi dan lagi.😥
Come on Dev! You must be Able!!


"Saat kau ingin menyerah, Ingatlah untuk apa kau memulainya?"

Indahnya Ukhuwah

“Hai, apakabar? Lama engga kelihatan, kemana ajah?”
“Alhamdulillah sehat. Emtt.. Abis pulang” Senyumku garing
“Lama bener dirumahnya?
“Haha, iyanih lagi doyan”
“Gimana udah enakan, Sehatkan?”
“Iyanih, udah sehat ko..”
“Kok masih serak-serak gitu?”
“Haha, biasa proses buk!”
“Padahal baru aja aku mau telpon, eh kamunya udah keburu dateng.”
“Kenapa, kangen yak?”
______________
Setiap senyum dan sapa darinya menjadi kebahagiaan tersendiri bagiku.
<disini> bersamamu aku kan tetap bertahan.
“Makasih udah ngangenin aku ‘Adnan!”

Indahnya persahabatan dalam islam
Saling memberi tak mengharapkan balasan
Saling menyayangi dan menjaga perasaan
Ada sapa dalam diam
Ada senyum dalam pertemuan
Ada canda dalam kebersamaan
Ada rindu saat berjauhan

Dan semua terjalin diatas ridho dan keikhlasan.
#30HariBercerita#Cerita06

Terpaksa Rehat


“Niatnya melibur malah jadi melebur..”

Haha, sebenarnya belum waktunya libur sih.. tapi udah ngebet pengen ketemu Umma dan baby Qiya dirumah. Apalah daya saat hati berkehendak sedang diri tak mampu mengelak.
Setelah menimbang-nimbang akhirnya kuputuskan untuk pulang. Tapi semua tak semudah yang kau bayangkan, tak cukup kau berbekal “ingin” lalu kau bisa pulang se’enaknya. Asrama kami memiliki aturan dan kami wajib menaatinya.
“Ada banyak cara untuk pulang, tak perlu risau!” gumamku menenangkan diri sendiri
Kebetulan Umma akan mengadakan walimatus safar. Yah, mungkin ini bisa menjadi alasan pikirku remeh.
________
Tak terasa sepuluh hari berlalu, aku masih di rumah..
Meninggalkan asrama, meninggalkan seabrek tugas kuliah, meninggalkan delapanbelas mata kuliah..aku hanya bisa geleng-geleng kepala saat menyadarinya.
Tapi aku benar-benar merasa baru sebentar barang satu sampai duahari saja.
Yaa gimana mau dirasa lama? Pasalnya aku tak bisa menikmati hari liburku dengan baik dan harus istirahat total. Nempel kasur mulukk.. lah siapasih yang demen? Penginnyakan refreshing sejenak nyambi cuci mata gitu deh..
Apalah daya saat kepala terasa berat untuk disangga; pusing, pening tak kepalang. Sedang lubang pernafasan mulai mampet tertutup lendir-lendir dan lidah tak lagi mau mengecap rasa.
Ah, rupanya tubuh ini enggan diajak kompromi.
Yah, mungkin Umma menginginkan aku lebih lama disisinya.
Mungkin adek-adek juga masih kangen kakaknya.

#30HariBercerita#cerita04