Kitab Majmu' al-Fatawa


Nama kitab : Majmu’ al-Fatawa
Jilid : 1-20
Pengarang : Syaikhul Islam Al Imam Ahmad bin Abdul Halim bin Abdus Salam bin Abdullah bin Muhammad bin Al Khodr bin Muhammad bin Al Khodr bin Ali bin Abdullah bin Taimiyyah Al Haroni Ad Dimasqi.
Nama populer : Ibnu Taimiyyah
Penerbit :  Darul Hadits Kairo

Biografi penulis
Nama lengkap : Syaikhul Islam Al Imam Ahmad bin Abdul Halim bin Abdus Salam bin Abdullah bin Muhammad bin Al Khodr bin Muhammad bin Al Khodr bin Ali bin Abdullah bin Taimiyyah Al Haroni Ad Dimasqi.
Kunyah: Abu al-`Abbas (Ayah al-`Abbas)
Lahir :  Harrân, 10/12 Rabî`ul Awwal 661 H.
Wafat : Damaskus, 20 Dzulqo’dah 728 H.
 Perkembangan Keilmuan
            Semenjak kecil sudah terlihat tanda-tanda kecerdasannya. Begitu tiba di Damaskus, ia segera menghafalkan Al-Qur’an dan mencari berbagai cabang ilmu pada para ulama, hafizh dan ahli hadits negeri itu. Kecerdasan serta kekuatan otaknya membuat para tokoh ulama tersebut tercengang. Ketika umurnya belum mencapai belasan tahun, ia sudah menguasai ilmu ushuluddin dan mendalami bidang-bidang tafsir, hadits, dan bahasa Arab. Ia telah mengkaji Musnad Imam Ahmad sampai beberapa kali, kemudian Kutubu Sittah dan Mu’jam At-Thabarani Al-Kabir.

            Suatu kali ketika ia masih kanak-kanak, pernah ada seorang ulama besar dari Aleppo, Suriah yang sengaja datang ke Damaskus khusus untuk melihat Ibnu Taimiyah yang kecerdasannya menjadi buah bibir. Setelah bertemu, ia memberikan tes dengan cara menyampaikan belasan matan hadits sekaligus. Ternyata Ibnu Taimiyah mampu menghafalkannya secara cepat dan tepat. Begitu pula ketika disampaikan kepadanya beberapa sanad, iapun dengan tepat pula mampu mengucapkan ulang dan menghafalnya, sehingga ulama tersebut berkata: “Jika anak ini hidup, niscaya ia kelak mempunyai kedudukan besar, sebab belum pernah ada seorang bocah sepertinya”.
            Sejak kecil ia hidup dan dibesarkan di tengah-tengah para ulama sehingga mempunyai kesempatan untuk membaca kitab-kitab yang bermanfaat. Ia menggunakan seluruh waktunya untuk belajar dan belajar dan menggali ilmu, terutama tentang Al-Qur’an dan Sunnah Nabi.
Di Damaskus ia belajar pada banyak guru, dan memperoleh berbagai macam ilmu diantaranya ilmu hitung (matematika), khat (ilmu tulis menulis Arab), nahwu, ushul fiqih. Ia dikaruniai kemampuan mudah hafal dan sukar lupa. Hingga dalam usia muda, ia telah hafal Al-Qur’an. Kemampuannya dalam menuntut ilmu mulai terlihat pada usia 17 tahun. Dan usia 19, ia telah memberi fatwa dalam masalah masalah keagamaan.
            Tak jarang, pendapatnya itu menimbulkan polemik di kalangan lama, termasuk mereka yang tidak suka dengan Ibnu Taimiyah. Karena ketegasan sikapnya dan kuatnya dalil-dalil naqli dan aqli yang dijadikannya sebagai hujjah (argumentas i), ia tak segan-segan melawan arus. Ulama yang tidak suka dengannya kemudian menyebutnya sebagai *ahlul bid’ah* dan pembuat kerusakan dalam syariat.
            Ibnu Taimiyah juga banyak dikecam oleh ulama Syiah dan menyebutnya sebagai orang yang tidak suka terhadap ahlul bayt keturunan Rasul dari Fatimah RA dan Ali bin Abi Thalib RA). Ia juga banyak dikecam oleh para ulama wahabi dengan menganggapnya sebagai seorang ulama yang merusak akidah Islam. Karena dianggap berbahaya, termasuk oleh penguasa setempat, ia kemudian dizalimi dan dimasukkan ke dalam penjara. Di penjara, ia justru merasakan kedamaian, sebab bisa lebih leluasa mengungkapkan pikirannya dan menuangkannya dalam tulisan-tulisan. Beberapa karyanya berasal dari ide-idenya selama di penjara. Di penjara, ia juga banyak menyampaikan persoalan-persoalan keagamaan.
Hingga akhirnya, banyak narapidana yang belajar kepadanya. Beberapa diantaranya, yang diputuskan bebas dan berhak keluar dari penjara, malah menetap dan berguru kepadanya.
Kepribadiannya
Ia adalah orang yang keras pendiriannya dan teguh berpijak pada garis-garis yang telah ditentukan Allah, mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Ia pernah berkata: ”Jika dibenakku sedang berfikir suatu masalah, sedangkan hal itu merupakan masalah yang muskil bagiku, maka aku akan beristighfar seribu kali atau lebih atau kurang. Sampai dadaku menjadi lapang dan masalah itu terpecahkan. Hal itu aku lakukan baik di pasar, di masjid atau di madrasah. Semuanya tidak menghalangiku untuk berdzikir dan beristighfar hingga terpenuhi cita-citaku.”
Tak jarang, pendapatnya itu menimbulkan polemik di kalangan ulama, termasuk mereka yang tidak suka dengan Ibnu Taimiyah. Karena ketegasan sikapnya dan kuatnya dalil-dalil naqli dan aqli yang dijadikannya sebagai hujjah (argumentas i), ia tak segan-segan melawan arus. Ulama yang tidak suka dengannya kemudian menyebutnya sebagai ahlul bid’ah dan pembuat kerusakan dalam syariat.
Murid-muridnya
      Al-Hafizh
      Ibnu al-Qayyim Al-Jauziyah
      Ibnu Abdul Hadi
      Al-Hafizh Ibnu Katsir
      Al-Hafizh Ibnu Rajab Al-Hanbali
Karya-karya Ibnu Taimiyyah
      Minhajus Sunnah
      Al-Jawab Ash-Shahih Liman Baddala Dina Al-Masih
      An Nubuwah
      Ar-Raddu ‘AlaAl-Manthiqiyyin
      Iqtidha’u Ash-Shirathi Al-Mustaqim
      Majmu’ Fatawa
      Risalatul Qiyas
      Minhajul Wushul Ila ‘Ilmil Ushul
      Syarhu Al-Ashbahani war Risalah Al-Humuwiyyah
      At-Tamiriyyah
      Al-Wasithiyyah, Al-Kailaniyyah
      Al-Baghdadiyyah
      Al-Azhariyyah
Wafatnya
Ibnu Taimiyah wafatnya di dalam penjara Qal`ah Dimasyq disaksikan oleh salah seorang muridnya Ibnul Qayyim. Ia berada di penjara ini selama dua tahun tiga bulan dan beberapa hari, mengalami sakit dua puluh hari lebih. Ia wafat pada tanggal 20 DzulHijjah th. 728 H, dan dikuburkan pada waktu Ashar di samping kuburan saudaranya Syaikh Jamal Al-Islam Syarafuddin. Jenazah ia disalatkan di masjid Jami`Bani Umayah sesudah salat Zhuhur dihadiri para pejabat pemerintah, ulama, tentara serta para penduduk.        
Lampiran
            Kitab Majmu’ al-Fatawa adalah kitab Fikih yang mencangkup fatwa- fatwa ulama’ sebuah mazhab yang disusun oleh Syaikhul Islam Al Imam Ahmad bin Abdul Halim bin Abdus Salam bin Abdullah bin Muhammad bin Al Khodr bin Ali bin Abdullah bin Taimiyyah Al Haroni Ad Dimasqi, yang masyhur dengan nama Ibnu Taimiyyah. Kemudian ditahqiq oleh: Zaid Abdul Aziz al-Jundi dan Asyraf Jalal asy-Syarqowi.
Kitab ini tersusun dalam 20 Jilid atau Juz, namun didalam Al-Maktabah Syamilah terdiri dari 35 jilid. Sistem penulisan kitab Majmu’ Fatawa ini dengan menjelaskan beberapa rukun dalam agama, Ushul Fiqih dan Fiqih.  Disamping itu dalam penulisan kitab ini banyak ditulis tentang beberapa aspek pengaturan  kehidupan sehari-hari.
Kitab ini dibahas ilmu Tauhid ( Iman ), Ilmu Mantiq, bahkan Ilmu Psikologi yang membahas tentang  tingkah laku manusia, jika pembahasan Fiqih dan Ushul fiqih ini merupakan kajian yang  tidak aneh lagi dalam sebuah kitab yang dianut oleh sebuah madzhab.
Disini penulis akan membahas jilid pertamanya. Jilid satu dari kitab ini berisi lima BAB yang mencakup tiga muqaddimah yakni: kata pengantar dari pentahqiq kitab, biografi Ibnu Taimiyyah dan seputar pengetahuan mengenai kitab Majmu’ Fatawa. Setelah melalui tiga bab muqaddimah kemudian dilanjutkan dengan dua bab seputar Aqidah, yakni: Tauhid Rububiyyah dan Tauhid Uluhiyyah.
Tauhid Uluhiyyah berisi tentang perintah Allah Ta’ala untuk mensucikan hati dan badan,  kewajiban mengkhususkan Allah Ta’ala dalam ibadah dan tawakkal, kebahagiaan dalam bermu’ammalah dengan pencipta dan meniatkan mu’ammalah untuk Allah Ta’ala, ibadah dan istianah hanya kepada Allah semata, serta bertawassul kepada-Nya.
Sedangkan Tauhid Rububiyyah yakni beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, Sebab di utusnya Rasul, kaidah ushul dalam menetapkan dan menafikkan antara cinta dan benci.
Kekurangan dari kitab ini: sub bab terkadang masih tercecer dan belum disesuaikan, hendaknya pembahasan satu dengan yang lainnya saling berkaitan agar memudahkan bagi pembaca.
Kelebihannya: semua fatwa yang ditulis dalam kitab ini tersusun secara sistematis sesuai dengan tingkatan keumumannya kepada yang khusus. Dalam setiap Jilid juga memiliki pembahasan yang bermacam-macam.
Wallahu a’lam bisshowaab, wa Baarakallahu fiekum!
Share:

0 komentar:

Posting Komentar