Ekspresiku


Weekend ini  aku mau ngapain yah? Ucapku lirih.
Emt, masak aja kali yah..! *ngomong sendiri.
Pasti kalian bertanya keheranan “ weekend?” iyah weekend, yah harap maklumlah kami itu mahasiswi disebuah pesantren jadi weekendnya dihari jumat.
*             *             *             *
Bagiku memasak adalah aktifitas yang memiliki ekpresi  tersendiri. Entah ekspresi  dari kebahagiaan, atau ekspresi pelepas amarah, ekspresi pelipur lara, atau bahkan menjadi pelampias ke-kecewaan. Tekadang memasak menjadi  agenda wajib bagiku saat libur tiba.
Yah lagi-lagi semua itu tak lepas dari ekspresi pelepas penat; Setelah melalui serangkaian aktifitas dikampus yang begitu padat dan tugas-tugas dosen yang terkadang amat menjenuhkan, maka aku tuangkan semua kejenuhan itu dengan ber-ekspresi di dapur.
Tapi jangan kau tanyakan perihal rasa, karena aku hanyalah koki amartiran *wkwkkwk J

Weekend depan  enaknya masak apa yaa??

Prolog



“Akhyar..!” ini sudah panggilan ketiga Zabil sahabatnya. Namun tampaknya Akhyar masih asik dalam lamunan sehingga ia tidak mendengar teriakan darinya.

“Oi..! Pagi-pagi sudah melamun saja!” Menepuk pundak sahabatnya. Lagi-lagi Akhyar tak menyadari kedatangan Zabil di belakangnya.

    Sentuhan tangan dan sapanya membuyarkan lamunanku. Entah mengapa akhir-akhir ini aku sering menikmati hobi baruku; yap betul sekali! hobi baruku adalah melamun. Sambil menikmati kesunyian hati, biasanya aku menyembunyikan diriku di balik jendela. Tapi rupanya hobi baruku tercium juga olehnya.

“Zabil! Kamu merusak moodku.” ucapku kesal.

“Melamun kok pake mood segala. Kalo mood ente lagi baik, engga mungkin bakal melamun.” Ucapnya seraya mengacak-acak rambutku.

“Engga baik lho terus-terusan melamun, takut diganggu setan!” Imbuhnya seraya menarik kursi dan mengambil posisi duduk disebelahku

Iya.. iyaa.. ck.. aku berdecak malas

“Kenapa sih, ana perhatikan akhir-akhir ini ente sering melamun?”

“Engga sih, lagi sedikit galau aja.”

“Sedih sih boleh, asal jangan berlarut-larut; takutnya nanti menjadi celah bagi setan untuk terus menghasut ente. Dan ditakutkan ente semakin jauh dari Allah.” “Hayuk ah.. Semangat.. Semangaattt..!! Takbir..!!” ucapnya sembari menarik tanganku mengudara.

“Semangatt..” ucapku tak bergairah.

“Nah, gitu dong..! jelek tau muka ente di tekuk muluk.” Tawanya gemas membekap leherku dari samping dengan tangan berototnya.

“Iya bang..”

“Yah kalau ente engga keberatan,  boleh kok ente berbagi cerita sama ana. Insyaa Allah ana siap membantu, dan mungkin setelah itu ente bisa merasa lebih plong. Tapi semisal ente takut nih yaa kalo ana engga bisa jaga rahasia, curhatlah sama Allah. Karena Ialah sebaik-baik pendengar.”

    Memang, rupanya aku tidak salah pilih saat memutuskan untuk besahabat dengannya. Maa syaa Allah darinya aku mendapatkan banyak pelajaran. Bahkan untuk hal-hal kecil yang selalu ku anggap remeh dia pasti bisa melihat tiap sisi baiknya.

    Sejak kecil kami sudah berteman. Lima belas tahun bukanlah waktu yang singkat bukan?. Ku akui selama aku mengenalnya aku tak pernah mendapatinya mendengar nasihat ataupun ceramah darinya. Yaa aku sering menyebutnya demikian. Bagaimana tidak, dia lebih cocok untuk menjadi khatib jum’at ketimbang teman yang dapat membawaku dalam gelak tawa.

    Sosoknya yang santun, cerdas, hangat lagi bersahabat selalu membuatku nyaman bercengkrama lama dengannnya. Setiap nasihat yang ku dengar darinya benar-benar dapat diterima, lebih bersahabat dan terkesan tidak menggurui. Hanya saja, terkadang saat imanku sedang melemah seringkali egoku mengambil kuasa. Jujur, hati kecilku tidak pernah merasa bosan dengannya, hanya saja ucapanku sering menghianati. Aku marah. Aku emosi, terhanyut dalam suasana buruk ku sehingga sikapku ternodai.

    “Sebenarnya aku lagi kangen sama Umma.” Ungakapku terkesan sok tegar. Seraya Memalingkan wajah dan menatap kedepan. Berharap ia tidak mendapati genagan dalam kelopak ku. Aku tidak mau ia melihatku sedang menangis. Akkh, mengapa aku menjadi lelaki yang cengeng sekali? Batinku mencemooh diri. 

Hai kamu, Apakabar?

Hai kamu, iyaa kamuu..
Apakabar hatimu?
masihkah ia masih seperti embun, merunduk tawadhu’ diujung daun.
Apakabar imanmu?
Masihkah ia seperti karang, berdiri tegar hadapi gelombang ujian.
Apakabar dirimu?
Masihkah kau seperti bintang, yang menyinari kehidupan.
Dimanapun kau berada semoga Allah senantiasa melindungi dan menjagamu.
Semangat jalani hidup ini dengan segala kebaikan.
Jadikan ilmu yang engkau miliki seterang cahaya rembulan yang meneduhkan hati;

yang selalu merenungi indahnya ciptaan-Nya.

Hujan dan Kenangan

Bersama dengan turunnya rinai hujan yang membasahi kota Sragen aku menuliskan ini. Kenangan yang teramat sering singgah bersama turunnya hujan, dan bayang rindu yang masih melekat rekat dalam ingatan.

Dev: Kamu tau, kenapa kita mengenang banyak hal saat hujan turun?
Khafeya: Emt.. (menggeleng tak mengerti)
Dev: Karena kenangan itu sama seperti hujan. Ketika ia datang, kita tak dapat menghentikannya; bagaimana mungkin kita akan menghentikan tetes air yang turun dari langit? Dan kita hanya dapat menunggu sampai ia berhenti dengan sendirinya. Begitu pula sebaliknya. J

Izinkan aku mengenangmu meski kutau kau takkan pernah peduli akan itu! *Isac

Metamorfosa

Dulu sekali,
Pada masanya pernah aku sempat tersingkir dari jalannya
Saat cahaya pergi kutalak dengan sombongnya.
Pernah pada masanya aku lupa mengontrol diri,
Terlena pada kebebasan yang kucipta sendiri.
Pernah pada masanya aku melakukan sesuatu sepuas nafsu,
Ketika ku rasa ada yang menyenangkan dibalik maksiat yang jadi candu.
Pernah ada masanya…
Akal bodohku penuh angan-angan tentang dunia dan cinta yang buta 
Juga tentang si "dia".
Pernahpun ada masanya, aku terbujuk;
Untuk berbicara dan tertawa pada lelucon yang tak seharusnya.
Pernah pula pada masanya, Si bodoh ini merasa paling benar dan pintar
Laiknya dulu kisah seorang hamba yang sholih dengan rabbnya.
Pernah aku berdusta untuk sedikit kesenangan yang menipu,
Pernah aku berdiri dengan konyolya sebagai penuntut hak hawa nafsu atas nama ‘keadilan’
Pernah aku merasa paling pantas mengatur duniaku.
Semua ada masanya,
Seperti gelapnya malam yang melahirkan cahaya bagi siang
Seperti ulat yang jadi kupu-kupu
Aku berharap inilah masaku bermetaforfosa
Berpuasa dari banyak hal yang memang tidak semestinya dilakukan
Tak apa, mungkin terlihat sedikit menjijikkan 
dilihat sebagai kepompong yang begitu apa adanya dalam rupa
Ya, karena lagi-lagi semua ada masanya untuk jadi lebih baik.
#neo

Kehilangan

Saat matahari mulai menampakkan jati dirinya dan kudapati diriku tengah melamun dibalik jendela. Kuletakkan kepalaku pada daun jendela dan kedua tangan yang sengaja kulipat untuk menopang dagu.

Tiba-tiba air mataku menetes begitu saja. Ada rasa rindu yang menyeruak dalam dada begitu sesak tak tertahankan. Tak hentinya cairan bening itu mengalir membasahi kedua pipiku, bak air bah yang tumpah dari bendungnya. Lagi-lagi aku teringat sesosok kakak yang amat kurindu; sosoknya yang begitu pendiam dan penuh kasih sayang masih melekat bersahabat pada ingatan.

Meskipun ia tipikal orang yang pendiam namun ia mudah dalam bersosialisasi. Karena sikap lembut dan santunnya dalam bertuturkata membuat siapa saja yang berada disampingnya tahan berlama-lama untuk bercengkrama atau sekedar bertukar pikiran.

Teringat tiga tahun lalu saat ia akan meninggalkan rumah. Siapa sangka itu adalah pertemuan terakhirku dengannya? Dan siapa sangka ia akan benar-benar pergi tak akan kembali? Meski aku bukan orang terdekatnya, padamu bagiku teramat berat tatkala ditinggalkan.
Mengingat begitu sering aku merepotkannya dengan sikap manja dan kekanak-kanakanku. Tapi baginya seluruh sikapku tak pernah menjadi beban.

Tak lepas dengan Umma,
Aku sering mendapatinya tengah menangis disela do’a dan sujudnya. Tak hanya sekali dua kali aku sering mendapati pelupuk mata Umma yang basah. Betapa tidak? Ummalah yang telah mengandungnya selama sembilan bulan, lalu melahirkannya. Dan Ummalah yang pertamakali  mengenalkannya pada dunia, yang dengan sabar ia mendidiknya hingga dewasa.

Hingga pada masanya,
Dengan berat hati Umma harus melepaskan kepergiannya. Siapa yang tak merasa hancur melebihi hancurnya seorang ibu yang ditinggalkan anaknya; darah dagingnya? Yang mana kehadirannya menjadikan Umma bangga karena dipercaya untuk menjadi seorang ibu. Dengannya hari-hari yang Umma lalui menjadi lebih berwarna, dan kehadirannya yang membersamai Umma selama dua puluh tahun bukan hal yang mudah dalam melepaskan kepergian.

Tak lepas pula pada Ayah,
Meskipun Ayah nampak kuat dan tegar, namun siapa sangka dibalik ketegarannya ada air-mata dan penyesalan.

Salam rindu dari kami adik-adik nakalmu. Semoga kau disana senantiasa diberikan afiyah oleh-Nya. Padamu sosokmu kan senantiasa terpatri dalam sanubari kami yang tak akan terlekang oleh waktu.

“Merindukanmu selalu, karena rinduku takkan pernah berubah!”

Menikmati Ujian

Dalam hidup seringkali kita merasakan sedih ataupun senang. Sedih karena diberi cobaan berupa kesehatan maupun kesulitan, yang mana dengan cobaan  tersebut menyebabkan seseorang seringkali merasa putus asa, bahkan seringkali kita menengok pada oranglain dan bukan pada apa yang menjadi realita.

Cobalah berfikir sejenak,
Bukankan setiap kebahagiaan selalu Allah simpan setelah adanya kesulitan? Sehingga dengan begitu, jika kita diberi kesulitan akan berkata “Oh, setelah ini Allah akan memberikan kemudahan.” Kemudian ketika kita merasakan rasa sakit, maka akan mengatakan; “Oh, setelah ini Allah akan memberikan kebahagiaan.” Karena Allah berfirman dalam ayat-Nya:
إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. al- Insyiroh: 6)
Kemudian Allah juga berfirman pada ayat-Nya yang lain:
وبَشِّرِ الصَّابِرين
 “Dan kabar gembira bagi orang-orang yang bersabar (dimasa yg sulit)”

Dan itu adalah sebuah sunnatullah yang tidak akan berubah. Maka dengan adanya keyakinan; setelah kesulitan itu ada kemudahan, kita akan menerima rasa sulit itu dengan rasa senang, Kita akan merasakan rasa sakit itu dengan rasa syukur. Sehingga dikatakan dalam sebuah hadits;
“Sangat menakjubkan urusan orang-orang mukmin itu. Mereka menerima semua persoalan hidup sebagai kebaikan baginya. Apabila kegembiraan yang diterimanya ia bersyukur dan itu adalah kebaikan baginya. Dan apabila kepedihan yang diterimanya maka ia bersabar dan itu merupakan kebaikan baginya” (HR Muslim).
Namun realitanya, seringkali seseorang mengukur kebahagian secara dhahir saja. Tidakkah seharusnya kita berfikir lebih jernih dan berhusnudzon pada Allah ta’ala yang maha segala maha? Bisa jadi dibalik cobaan tersebut Allah sedang merencanakan sesuatu yang lebih baik bagi kita. Atau bisa jadi dengan adanya cobaan tersebut Allah ingin menghapuskan dosa-dosa kita.

“Tidaklah seorang muslim ditimpa keletihan, penyakit, kesusahan, kesedihan, gangguan, kegundah gulanaan hingga duri yang menusuknya melainkan Allah akan menghapuskan sebagian dari kesalahan-kesalahannya” (HR Bukhari)

Semua ada masanya kawan! kehidupan ini seperti halnya roda yang terus berputar; kadang berada diatas, dan kadang berada dibawah. Melihat keatas memperoleh semangat untuk maju, melihat kebawah; mensyukuri atas semua yang ada, melihat kebelakang; menjadikan pengalaman berharga, melihat kedepan; menjadikan acuan tuk menjadi pribadi yang lebih bersyukur.

Bangunlah untuk bangkit jika engkau sedang terjatuh kawan! jangan mudah tersinggung, jangan mudah bersedih dan terpuruk dalam keterpurukan yang mendalam.

Tata Cara Mandi Janabat

Alhamdulillahi Rabbil ‘Aalamiin. Segala puji bagi Allah yang telah memberi petunjuk beserta ridho dan inayah-Nya kepada kita semua, sehingga saya bisa menyampaikan setetes ilmu yang sengaja saya teteskan dari samudera ilmu Allah Ta’ala yang tiada batas. Shalawat serta salam senantiasa kita curahkan kepada baginda Rasulullah shalallahu alaihi wasallam dan keluarganya, para sahabatnya, serta para pengikutnya yang setia di jalan yang lurus hingga akhir zaman nanti.
Tulisan ini saya persembahkan untuk siapa saja yang dahaga akan ilmu, terutama bagi orang yang senatiasa mencari kebenaran. Meskipun pada dasarnya kebenaran hanya milik Allah semata, namun tak ada salahnya jika kita berusaha mencari kebenaran untuk membenahi diri kita sendiri dan bukan untuk menghujat oranglain. Semoga dengan adanya tulisan ini, Allah memberikan pemahaman yang baik bagi kita semua. Baarakallahu fiikum!

Ø  Hadits Aisyah Radhiyallahu ‘anha:
عن عائشة رضي الله عنها قالت : كان رسول الله صلى الله عليه وسلّم إذا اغتسل من الجنابة غسل يديه, ثمّ توضّأ وضوءه للصّلاة, ثمّ يخلّل بيديه شعره حتّى إذا ظنّ أنّه قد أروى بشرته أفاض عليه الماء ثلاث مرات, ثمّ غسل سائر جسده
Dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha, ia berkata: “ketika hendak mandi jinabat, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam (terlebih dahulu) membasuh kedua tangan, setelah itu wudhu seperti wudhu untuk shalat. Setelah itu menyela-nyelakan (air di) rambut dengan kedua tangan beliau, hingga setelah beliau mengira air sudah mengenai pangkal rambut, beliau mengguyurkan air tiga kali. Setelah itu beliau membasuh seluruh tubuh.”
وقالت: كنت أغتسل أنا ورسول الله صلّى الله عليه وسلّم من إناء واحد, نغترف منه جميعا
Aisyah berkata: “aku mandi bersama Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dengan satu bejana. Kami sama-sama menciduk (air) dari bejana itu.”

Ø Hadits Maimunah:
عن ميمونة بنت الحارث زوج النبي صلى الله عليه وسلّم أنها قالت: وضعت لرسول الله صلّى الله عليه وسلّم وضوء الجنابة فأكفأ بيمينه على يساره مرّتين أو ثلاثا, ثمّ غسل فرجه, ثمّ ضرب يداه بلأرض أو الحائط مرّتين أو ثلاثا ثمّ مضمض واستنشق, ثمّ غسل وجهه وذراعيه, ثمّ أفاض على رأسه الماء, ثمّ غسل سائر جسده, ثمّ تنحّى فغسل رجليه فأتيته بخرقة فلم يردها, فجعل ينفض الماء بيديه
Dari Maimunah binti Harits, istri Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata: “aku meletakkan air untuk mandi jinabat untuk Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau kemudian memiringkan bejana dengan tangan kanan ke tangan kiri sebanyak dua tau tiga kali. Setelah itu beliau membasuh kemaluan, kemudian mengusap tangan ke tanah atau tembok sebanyak dua atau tiga kali. Setelah itu berkumur dan memasukkan air ke hidung. Setelah itu membasuh wajah dan kedua lengan, kemudian mengguyurkan air ke kepala, lalu membasuh seluruh tubuh. Setelah itu beliau sedikit menjauh, kemudian membasuh kedua kaki. Aku kemudian memberi beliau handuk, namun beliau tidak mau (mengenakannya). Beliau mengibaskan (sisa-sisa) air dengan kedua tangan beliau.”

      Berdasarkan hadits yang diriwayatkan Aisyah r.a dan Maimunah yang kemudian diperkuat dengan hadits-hadits lainnya, tata cara mandi janabat yang sesuai sunnah dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.      Niat. Adanya niat dalam mandi janabat juga sebagai pembeda antara mandi untuk mendinginkan badan dan melakukan  kebiasaan atau mandi untuk bersuci. Hal ini disandarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a bahwasanya “setiap perkara bergantung pada niatnya.” Maka dalam hal niat terjadi perselisihan apakah masuk dalam syarat sah atau rukun?
Menurut Malikiyah, Syafi’iyah, Hanabilah niat merupakan perkara wajib dalam mandi. Malikiyah sendiri menjelaskan niat hendaknya dilaukan berbarengan dengan basuhan yang pertama, yakni saat mencuci kedua tangan. [1]

2.      Membaca tasmiyah (basmalah). Menurut jumhur hukumnya adalah sunnah. Sementara ulama madzhab Hambali mengatakan ini adalah fardhu seperti membaca bismillah ketika wudhu. Namun mereka mengatakan bahwa hukum membaca bismillah dalam mandi adalah lebih ringan dari wudhu. Karena hadits bismillah  hanya menyebut wudhu. [2]

3.      Mencuci kedua tangan sebelum memasukkannya kedalam bejana. Dalilnya adalah hadits Aisyah r.a, “Bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam apabila mandi janabat, beliau memulai mencuci kedua tangannya.” Dalam hadits maimunah, “Beliau lalu mencuci kedua tangannya dua kali atau tiga kali.”

4.      Mencuci kemaluan dan membersihkannya. Hendaknya membersihkan dengan tangan kiri, berdasarkan hadits yang diriwayatkan Abi Qatadah Harits bin Rib’i al-Anshari, Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda, “janganlah seorang diantara kalian memegang kemaluan dengan tangan kanan saat kencing, jangan beristinja’ dengan tangan kanan, dan jangan bernafas didalam bejana.” [3]
Dalam hadits Maimunah, “Kemudian beliau menggosokkan tangannya ke tanah atau ke tembok sebanyak dua atau  tiga kali.” Imam Nawawi dalam Syarah Shohih Muslim berkata: “Dalam hadits ini berisi anjuran untuk beristinja’ dengan air. Jika telah selesai, ia membersihkan tangannya ke tanah atau alat pembersih yang lain (seperti sabun), atau menggosokkan tangannya ke tanah atau dinding untuk menghilangkan kotoran yang melekat padanya.” [4]

5.      Berwudhu dengan sempurna seperti wudhu untuk shalat. Hanya saja tentang mencuci kaki, terdapat perbedaan pendapat berdasarkan dua riwayat. Pertama hadits ‘Aisyah menunjukkan beliau shallallaahu 'alaihi wasallam mencuci kaki sebelum memulai menyiram air ke kepala. Sedangkan hadits Maimunah, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam mengakhirkan mencuci kedua kaki hingga selesai mandi. Maka berdasarkan dua redaksi tersebut terdapat empat pendapat:
 Pertama, dalam redaksi al-Bukhari, “Setelah selesai mandi, baru beliau mencuci kedua kakinya.” Dan ini adalah pendapat jumhur ulama.
Kedua, dalam redaksi ‘Aisyah menyebutkan bahwa Rasul berwudhu secara sempurna sebelum memulai mandi, yang dimaksud dengan mandi secara sempurna yakni menyertakan pencucian kaki dalam wudhu. Dan ini pendapat mazhab Syafi’iyah dan diriwayatkan oleh Malik dan Ahmad.
Ketiga, seseorang diberi pilihan dari dua pendapat tersebut, dan masing-masing memiliki dasarnya dari hadits. Imam Ahmad mengatakan, “Tata cara mandi (apakah dengan cara yang disebut dalam hadits ‘Aisyah dan Maimunah) itu sama-sama boleh digunakan, dalam masalah ini ada kelapangan.”
Kemudian madzhab Maliki menengahi: Jika mandi ditempat yang tidak bersih, maka ia mengakhirkan mencuci kaki. Dan jika mandi di tempat yang bersih, maka ia mendahulukan mencuci kaki bersama wudlu. Dan inilah pendapat yang dipilih oleh pengarang Shahih Fiqih Sunnah. [5]

6.      Menyela-nyela rambut lalu menyiram air keatas kepala sebanyak tiga kali hingga membasahi pangkal rambut. Berdasarkan hadits Aisyah radhiyallaahu 'anha yakni, Kemudian beliau memasukkan jari-jari tangannya ke dalam air, lalu menyela-nyela pangkal rambut kepalanya. Setelah itu beliau menyiram kepalanya tiga kali.”
Dalam menyiram kepala hendaklah dimulai dari kepala bagian kanan, lalu yang kiri, dan terakhir kepala bagian tengah. Hal ini berdasarkan hadits dari ‘Aisyah, ia berkata: Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam apabila hendak mandi janabat, beliau minta diambilkan air dalam wadah besar seperti hilab (wadah untuk menampung perahan susu unta). Beliau lalu menciduk air sepenuh telapak tangannya dan menyiram kepalanya mulai dari bagian kanan, lalu bagian kiri, lalu mengambil air sepenuh dua telapak tangannya dan menuangkan di atas kepalanya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Bagi wanita yang mengepang rambutnya, ketika mandi junub dibolehkan untuk tidak melepas ikatan rambutnya. Pendapat ini digunakan oleh Imam empat madzhab berdasarkan hadits Ummu Salamah  r.a, “Aku pernah bertanya kepada Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam, sesungguhnya aku seorang wanita yang  suka menggelung/mengepang rambut. Haruskan aku melepasnya saat mandi junub? Beliau menjawab, “Tidak, cukup bagimu menyiram kepalamu 3 kali dan selanjutnya engkau ratakan air ke seluruh tubuh. Dengan demikian engkau telah suci.” (HR. Muslim) Syafi’iyah memberikan pengecualian jika air tidak dapat sampai ke bagian dalam rambut kecuali dengan mengurainya, maka ia wajib mengurai.
Imam Ahmad membedakan diantara haid dan junub. Jika mandi wajib itu disebabkan haid dan nifas, maka kepangannya perlu diurai. Namun jika mandinya sebab junub, maka tidak perlu mengurai rambutnya. [6]

7.      Menyiram air pada seluruh badan dimulai dari bagian kanan kemudian bagian kiri. Berdasarkan  hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mendahulukan yang kanan ketika memakai sandal, ketika bersisir, ketika bersuci dan dalam setiap perkara (yang baik-baik).”  (HR. Bukhari no. 168 dan Muslim no. 268)
            Di dalam amalan ini diperbolehkan menggunakan sabun untuk menggosok dan membersihkan seluruh tubuh, terutama pada bagian-bagian yang sulit terkena air semisal di ketiak, pangkal paha, lipatan-lipatan kulit dan sebagainya. Diperbolehkan juga menggunakan shampoo untuk membersihkan, mengharumkan atau menyehatkan rambut. Namun, menggosok dengan sedikit menekan tidak diwajibkan dalam mandi jinabat dan hanya disunnahkan saja. Dan ini adalah pendapat yang diambil oleh Jumhur selain Imam Malik, al-Muzani dan Madzhab Syafi’iyah. [7]

8.      Berpindah tempat kemudian membasuh kedua kaki. Hadits yang diriwayatkan Aisyah radhiyallahu ‘anha menyebutkan bahwa beliau berwudhu seperti wudhu untuk sholat yang menunjukkan bahwa beliau membasuh kaki. Sementara itu, hadits Maimunah menunjukkan bahwa beliau baru membasuh kedua kaki setelah mengguyur seluruh badan. Maka langkah yang baik untuk menyatukan kedua hadits tersebut sebagai berikut: hadits Maimunah, beliau wudhu secara sempurna, namun beliau membasuh kedua kaki lagi setelah membasuh seluruh badan ditempat yang berbeda, karena tempat yang digunakan untuk mandi kotor.

9.      Dibolehkannya menggunakan handuk setelah mandi. Di dalam hadits Maimunah menyebutkan, ia memberi beliau kain handuk untuk menyeka bagian-bagian tubuh  yang basah, namun tidak beliau terima. Kemudian beliau mengibas-ibaskan air dengan kedua tangannya.
Berdasarkan hal tersebut, sebagian ulama memakruhkan mengeringkan badan setelah mandi. Namun pendapat tersebut tak disetujui karena beberapa alasan:
Ø  Perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika itu masih mengandung beberapa kemungkinan. Boleh jadi beliau tidak mengambil kain (handuk) tersebut karena alasan lainnya yang bukan maksud untuk memakruhkan mengeringkan badan ketika itu. Boleh jadi kain tersebut mungkin sobek atau beliau buru-buru saja karena ada urusan lainnya.
Ø  Hadits  ini malah menunjukkan bahwa kebiasaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah mengeringkan badan sehabis mandi. Seandainya bukan kebiasaan beliau, maka tentu saja beliau tidak dibawakan handuk ketika itu.
Ø  Mengeringkan air dengan tangan menunjukkan bahwa mengeringkan air dengan kain bukanlah makruh karena keduanya sama-sama mengeringkan. [8]
Maka dapat disimpulkan bahwa mengeringkan air dengan kain (handuk) tidaklah mengapa. Wallahu a’lam bisshowaab!
________________________ 
[1] Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam wa Adilatuhu Jilid.1, Cet.Ke-6, (Damaskus: Darul Fikr, 2008M), hal.453-454
[2] Wahbah az-Zuhaili, Ibid, hal.453
[3] Shohih Bukhori no.154, Muslim hadits no.276
[4] Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, Shahih Fikih Sunnah Jilid.1, (Kairo: Maktabah at-Tauqifiyah, t.t) hal.173
[5] Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, Ibid, hal.175-176
[6] Wahbah az-Zuhaili, Ibid, hal.450-451
[7] Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, Ibid, hal.177
[8] Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, Ibid, hal.181

Seberapa Gregetnya Loe?

Pernah gak sih ngalamin tugas numpuk seabrek, nyampe ngelembur mati-matian?! Eh.. giliran mau di-edit tiba-tiba filenya ilang.. nah, saat ini gue lagi ngalamin masa itu! Jangan ditanya deh nyeseknya kayak apa, asli pake ‘shad’ gue nyampe nangis..

Nah-loh, seberapa gregetnya loe? Padahal kemarin nggarapnya mati-matian nyampe lupa makan, lupa mandi; tapi engga lupa diri kok! Gue juga udah coba buka semua file, hampir dua jam-an gue sisirin satu-satu tapi tetep aja belum ketemu. Gue husnudzon aja deh.. coba cari di Recycle bin kali aja ada, tapi nyatanya tetap sama.

Hingga gue berada pada titik akhir; gue benar-benar menyerah dan engga tau harus berbuat apa. Padahal tinggal hitungan jam filenya harus dikumpulin (huaaa-huaa..(T-T)) dan  untuk menulis ulangpun butuh waktu yang cukup lama.


Gue mencoba untuk berhusnudzon pada-Nya dan mencoba muhasabah diri; perbuatan maksiat apa yang udah gue lakuin? Sambil menelusuri ulang satu persatu file, ku coba menenangkan diri dan  beristighfar memelas pada-Nya. Dan pada akhirnya gue nemuin kembali file tersebut. Maa syaa Allah padahal gue udah buka file itu berulangkali.
#janganlupa#Bersyukur!
#cek@tatacaraMandiJanabat

al-Qomus al-Muhit



Nama kitab : al-Qomus al-Muhit
Jilid : 1 (1534 hal)
Pengarang : Abu Tahir Muhammad bin Yakkub bin Muhammad al-Fairuzabadi /
                        Imam Abu Tahir Majid ad-Din Muhammad al-Fairuzabadi
Nama popular : Fairuzabadi
Penerbit :  Mu'assassat al-Risalah  Beirut, Lebanon

Biografi Penulis
Nama lengkap : Abu Tahir Muhammad bin Yakkub bin Muhammad al-Fairuzabadi
Gelar : majdudin
Kunyah: Abu Thahir
Nama : Muhammad
Nisbah : bin Ya'kub bin Muhammad bin Ibrahim
Lahir :  Kazrawan sebuah kampung berhampiran Syiraz (Iran) pada  tahun 729 H
Wafat : 1329 M

Rihlah Fairuzabadi
Fairuzabadi ialah seorang ulama yang tawadhu’ dan luas ilmunya, di samping itu ia juga mendapat julukan lexicographer (ahli dalam bidang perkamusan) dan menjadi salah satu tokoh bahasa dan sastra. Saat berusia delapan tahun, Fairuzabadi mulai belajar bahasa dan sastra secara mendalam dari ayahnya sendiri dan dari al-Qawwam bin Najm serta ulama-ulama terkenal lainnya di Syiraz. Beliau juga belajar ilmu fiqih, mendengarkan hadits-hadits Shahih Bukhari dari Muhammad bin Yusuf al-Zarandi kemudian mengkajinya secara mendalam.
Tidak ada waktu tanpa buku” itulah semboyan dalam hidup Fairuzabadi yang selalu dahaga akan ilmu itu, sehingga beliau dikatakan sebagai ‘kutu buku’ yang kuat. Minat beliau terhadap buku-buku sangat besar, sehingga sanggup membeli meskipun harganya sangat mahal dan sulit didapati. Karena sering membelanjakan hartanya untuk membeli buku maka jika ia sudah tidak lagi memiliki uang  untuk membeli keperluannya, beliau menjual beberapa buku koleksinya dan membelanjakan uang hasil dari jualannya tersebut. Namun, jika sudah memiliki uang, maka beliau membeli buku lagi. Begitulah seterusnya.
Diceritakan bahwa beliau sentiasa berdampingan dengan buku-bukunya dimanapun ia menetap di suatu tempat atau sedang dalam perjalanan. Jika beliau berpergian selalu membawa beberapa buah peti yang penuh dengan buku. Beliau akan membaca buku-buku yang dikehendakinya setiap kali berhenti untuk istirahat, kemudian ditutupnya dan meneruskan perjalanannya.

Karyanya
  •  al-Qamus al-Muhit
  • al-Qamus al-Wasit 
  • al-Jami' lima Dhahaba min Kalam al-'Arab
  • Tahbir al-Mushin fi'l Ta'bir bi'l Sin wa'l Shin
  • Sharh Qasidat
  • al-Rawdh al-Masluf fima lahu Asman ila Aluf
  • al-Durur al-Muthathat fi'l Ghurar al-Muthalthalah
  • al-Muthalthal al-Kabir
  • Anwa' al-Ghayth fi Asma al-Layth
  • al-Jalis al-Anis fi Asma' al-Khandaris
  • Tafsir Fatihat al-Kitab
  • Tanwir al-Miqbas fi Tafsir Ibn 'Abbas
  • Rawdhat al-Nazir fi Tarjumat al-Shaykh 'Abd al-Qadir
  • al-Mirqat al-Wafiyyat fi Tabaqat al-Hanafiyyah
  • al-Mirqat al-Arfa'iyyah fi Tabaqat al-Shafi'iyyah
  • Manh al-Bari bi' Sil al-Fasih al-Jari fi Sharh Sahih al-Bukhari
  • al-Salat wa'l Bashar fi'l Salat 'ala Khayri'l Bashar
  •  'Uddat al-Ahkam fi Sharh 'Umdat al-Ahkam
Dan diantara karyanya yang sangat terkenal ialah Al-Qamus (Al-Muhit), yang telah mendapat sanjungan di seluruh dunia Islam dan merupakan buku yang paling banyak digunakan oleh para penulis.

Wafatnya
Ketika berusia lima puluh tahun, Fairuzabadi mengembara ke berbagai negara. Rihlah pertamanya  ke Syria dan tinggal di sana beberapa masa. Kesempatan itu telah digunakan oleh banyak orang untuk mengambil ilmu dari beliau dan kemudian namanya menjadi terkenal.
Fairuzabadi juga menggunakan kesempatan tersebut untuk bertemu dengan ulama-ulama terkenal di Syria seperti Ibnu Qayyim, Ibnu al-Hamawi, Ahmad bin Mattar An-Nablusi dan lain-lain. Kemudian beliau mengunjungi kota Kaherah dan beberapa kota lainnya di belahan utara sehingga sampai ke India.
Setelah itu, beliau berziarah ke kota Zabid di Yaman dan disambut dengan penuh penghormatan oleh Sultan al-Asraf Ismail bin Rasul yang memerintah Yaman ketika itu. Kebetulan Kadi Besar Yaman iaitu Jamaluddin Ar-Rini baru saja wafat, maka Sultan melantik Fairuzabadi menjadi qodhi  Besar. Hubungan Fairuzabadi dengan Sultan Yaman bertambah rapat lagi, karena seorang puteri Fairuzabadi yang sangat cantik jelita telah dinikahkan oleh Sultan Yaman tersebut.
Diceritakan bahawa Fairuzabadi pernah mempersembahkan sebuah karyanya kepada sultan di dalam sebuah dulang (nampan). Kemudian Sultan memenuhkan dulang tersebut dengan uang dirham dan diberikan kepada Fairuzabadi sebagai balasannya. Beliau menetap di Zabid sehingga wafat.

Lampiran
         Judulnya adalah kamus bahasa Arab yang komprehensif. Kamus yang disebut al-Qāmūs al-muḥīṭ adalah salah satu yang paling banyak digunakan dalam bahasa Arab selama hampir lima abad. ‘Penulis Qâmūs al-muḥīṭ’ secara luas dikenal karena leksikon Arabnya, yang menaungi luasnya tulisannya yang menakjubkan.
Al-Qamus Al-Muhit ("Lautan Sekitarnya"), al-Fayrūzabādī mengakui bahwa sebagian besar dibentuk sebagai penggabungan dan kompilasi dari dua kamus yang sudah ada sebelumnya yakni;
1.      al-Muhkam; oleh Ibn Sida (wafat 1066 M),
2.      al-ʿUbab al-Zakhir wa'l Lubab al-Fakhir (العباب الزاخر واللباب الفاخر); oleh Al-Saghani (meninggal tahun 1252). Kamus Al-Saghani adalah perluasan dari kamus Al-Sihah dari Al-Jawhari (meninggal sekitar tahun 1008), yang merupakan kamus inti dari bahasa Arab abad pertengahan.
Setelah penggabungan dua kamus tersebut Al-Fayrūzabādī  mengurangi ukurannya dengan menghilangkan contoh-contoh penggunaan, menghilangkan beberapa aspek tata bahasa penggunaan, dan meninggalkan sebagian besar hanya definisi sederhana, dan menghilangkan beberapa definisi yang kurang digunakan. Dia membuatnya lebih ringkas dengan seperangkat konvensi notasi yang singkat tetapi efektif. Ringkasnya masih berupa kamus besar dan komprehensif yang memuat dua volume besar dalam cetakan. Itu terbukti jauh lebih populer dengan pengguna daripada kamus besar Lisan al-ʿArab Ibnu Manzur (meninggal tahun 1312) yang berisi sejumlah besar kutipan dan contoh penggunaan.
Cetakan ini adalah volume yang diperluas dan dimodernisasi yang berisi indeks luas dari kata-kata yang dapat ditemukan dalam kamus ini. Kertas yang sangat tipis dan mudah dibawa satu volume yang ideal untuk penggunaan sehari-hari, meskipun hampir 2 KG. Ini berisi banyak anotasi untuk referensi silang kata yang ideal di kamus lain.

Baarakallahu fiekum!