Alhamdulillahi
Rabbil ‘Aalamiin. Segala puji bagi Allah yang telah memberi petunjuk
beserta ridho dan inayah-Nya kepada kita semua, sehingga saya bisa menyampaikan
setetes ilmu yang sengaja saya teteskan
dari samudera ilmu Allah Ta’ala yang tiada batas. Shalawat serta salam senantiasa
kita curahkan kepada baginda Rasulullah shalallahu alaihi wasallam dan
keluarganya, para sahabatnya, serta para pengikutnya yang setia di jalan yang
lurus hingga akhir zaman nanti.
Tulisan ini saya persembahkan untuk siapa saja yang dahaga akan
ilmu, terutama bagi orang yang senatiasa mencari kebenaran. Meskipun pada
dasarnya kebenaran hanya milik Allah semata, namun tak ada salahnya jika kita
berusaha mencari kebenaran untuk membenahi diri kita sendiri dan bukan untuk
menghujat oranglain. Semoga dengan adanya tulisan ini, Allah memberikan
pemahaman yang baik bagi kita semua. Baarakallahu fiikum!
Ø Hadits Aisyah Radhiyallahu ‘anha:
عن عائشة رضي الله عنها قالت : كان رسول الله صلى الله عليه وسلّم إذا
اغتسل من الجنابة غسل يديه, ثمّ توضّأ وضوءه للصّلاة, ثمّ يخلّل بيديه شعره حتّى
إذا ظنّ أنّه قد أروى بشرته أفاض عليه الماء ثلاث مرات, ثمّ غسل سائر جسده
Dari Aisyah
Radhiyallahu ‘anha, ia berkata: “ketika hendak mandi jinabat, Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa sallam (terlebih dahulu) membasuh kedua tangan, setelah itu wudhu
seperti wudhu untuk shalat. Setelah itu menyela-nyelakan (air di) rambut dengan
kedua tangan beliau, hingga setelah beliau mengira air sudah mengenai pangkal
rambut, beliau mengguyurkan air tiga kali. Setelah itu beliau membasuh seluruh
tubuh.”
وقالت: كنت أغتسل أنا ورسول الله صلّى الله عليه وسلّم من إناء واحد, نغترف
منه جميعا
Aisyah berkata:
“aku mandi bersama Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dengan satu bejana. Kami
sama-sama menciduk (air) dari bejana itu.”
Ø Hadits Maimunah:
عن ميمونة بنت الحارث زوج النبي صلى الله عليه وسلّم أنها قالت: وضعت لرسول
الله صلّى الله عليه وسلّم وضوء الجنابة فأكفأ بيمينه على يساره مرّتين أو ثلاثا,
ثمّ غسل فرجه, ثمّ ضرب يداه بلأرض أو الحائط مرّتين أو ثلاثا ثمّ مضمض واستنشق, ثمّ
غسل وجهه وذراعيه, ثمّ أفاض على رأسه الماء, ثمّ غسل سائر جسده, ثمّ تنحّى فغسل رجليه
فأتيته بخرقة فلم يردها, فجعل ينفض الماء بيديه
Dari Maimunah
binti Harits, istri Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata: “aku
meletakkan air untuk mandi jinabat untuk Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa
sallam. Beliau kemudian memiringkan bejana dengan tangan kanan ke tangan kiri
sebanyak dua tau tiga kali. Setelah itu beliau membasuh kemaluan, kemudian
mengusap tangan ke tanah atau tembok sebanyak dua atau tiga kali. Setelah itu
berkumur dan memasukkan air ke hidung. Setelah itu membasuh wajah dan kedua
lengan, kemudian mengguyurkan air ke kepala, lalu membasuh seluruh tubuh. Setelah
itu beliau sedikit menjauh, kemudian membasuh kedua kaki. Aku kemudian memberi
beliau handuk, namun beliau tidak mau (mengenakannya). Beliau mengibaskan (sisa-sisa)
air dengan kedua tangan beliau.”
Berdasarkan
hadits yang diriwayatkan Aisyah r.a dan Maimunah yang kemudian diperkuat dengan
hadits-hadits lainnya, tata cara mandi janabat yang sesuai sunnah dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1.
Niat. Adanya niat
dalam mandi janabat juga sebagai pembeda antara mandi untuk mendinginkan badan
dan melakukan kebiasaan atau mandi untuk
bersuci. Hal ini disandarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah
r.a bahwasanya “setiap perkara bergantung pada niatnya.” Maka dalam hal
niat terjadi perselisihan apakah masuk dalam syarat sah atau rukun?
Menurut Malikiyah, Syafi’iyah, Hanabilah niat
merupakan perkara wajib dalam mandi. Malikiyah sendiri menjelaskan niat
hendaknya dilaukan berbarengan dengan basuhan yang pertama, yakni saat mencuci
kedua tangan. [1]
2.
Membaca
tasmiyah (basmalah). Menurut jumhur hukumnya adalah sunnah.
Sementara ulama madzhab Hambali mengatakan ini adalah fardhu seperti membaca bismillah
ketika wudhu. Namun mereka mengatakan bahwa hukum membaca bismillah
dalam mandi adalah lebih ringan dari wudhu. Karena hadits bismillah hanya menyebut wudhu. [2]
3.
Mencuci kedua
tangan sebelum memasukkannya kedalam bejana. Dalilnya
adalah hadits Aisyah r.a, “Bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam apabila
mandi janabat, beliau memulai mencuci kedua tangannya.” Dalam hadits
maimunah, “Beliau lalu mencuci kedua tangannya dua kali atau tiga kali.”
4.
Mencuci
kemaluan dan membersihkannya. Hendaknya membersihkan dengan
tangan kiri, berdasarkan hadits yang diriwayatkan Abi Qatadah Harits bin Rib’i
al-Anshari, Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda, “janganlah
seorang diantara kalian memegang kemaluan dengan tangan kanan saat kencing,
jangan beristinja’ dengan tangan kanan, dan jangan bernafas didalam bejana.” [3]
Dalam hadits Maimunah, “Kemudian beliau
menggosokkan tangannya ke tanah atau ke tembok sebanyak dua atau tiga kali.” Imam Nawawi dalam Syarah
Shohih Muslim berkata: “Dalam hadits ini berisi anjuran untuk beristinja’
dengan air. Jika telah selesai, ia membersihkan tangannya ke tanah atau alat
pembersih yang lain (seperti sabun), atau menggosokkan tangannya ke tanah atau
dinding untuk menghilangkan kotoran yang melekat padanya.” [4]
5.
Berwudhu
dengan sempurna seperti wudhu untuk shalat. Hanya
saja tentang mencuci kaki, terdapat perbedaan pendapat berdasarkan dua riwayat.
Pertama hadits ‘Aisyah menunjukkan beliau shallallaahu 'alaihi
wasallam mencuci kaki sebelum memulai menyiram air ke kepala.
Sedangkan hadits Maimunah, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam mengakhirkan
mencuci kedua kaki hingga selesai mandi. Maka berdasarkan dua redaksi tersebut
terdapat empat pendapat:
Pertama, dalam redaksi al-Bukhari, “Setelah
selesai mandi, baru beliau mencuci kedua kakinya.” Dan ini adalah pendapat
jumhur ulama.
Kedua, dalam redaksi ‘Aisyah menyebutkan bahwa
Rasul berwudhu secara sempurna sebelum memulai mandi, yang dimaksud dengan
mandi secara sempurna yakni menyertakan pencucian kaki dalam wudhu. Dan ini
pendapat mazhab Syafi’iyah dan diriwayatkan oleh Malik dan Ahmad.
Ketiga, seseorang diberi pilihan dari dua
pendapat tersebut, dan masing-masing memiliki dasarnya dari hadits. Imam Ahmad mengatakan,
“Tata cara mandi (apakah dengan cara yang disebut dalam hadits ‘Aisyah dan
Maimunah) itu sama-sama boleh digunakan, dalam masalah ini ada kelapangan.”
Kemudian madzhab Maliki menengahi: Jika mandi
ditempat yang tidak bersih, maka ia mengakhirkan mencuci kaki. Dan jika mandi
di tempat yang bersih, maka ia mendahulukan mencuci kaki bersama wudlu. Dan
inilah pendapat yang dipilih oleh pengarang Shahih Fiqih Sunnah. [5]
6.
Menyela-nyela
rambut lalu menyiram air keatas kepala sebanyak tiga kali hingga membasahi
pangkal rambut. Berdasarkan hadits Aisyah radhiyallaahu
'anha yakni, “Kemudian beliau memasukkan jari-jari tangannya
ke dalam air, lalu menyela-nyela pangkal rambut kepalanya. Setelah itu beliau
menyiram kepalanya tiga kali.”
Dalam menyiram kepala hendaklah dimulai dari
kepala bagian kanan, lalu yang kiri, dan terakhir kepala bagian tengah. Hal ini
berdasarkan hadits dari ‘Aisyah, ia berkata: Nabi shallallaahu 'alaihi
wasallam apabila hendak mandi janabat, beliau minta diambilkan air dalam wadah
besar seperti hilab (wadah untuk menampung perahan susu unta). Beliau lalu
menciduk air sepenuh telapak tangannya dan menyiram kepalanya mulai dari bagian
kanan, lalu bagian kiri, lalu mengambil air sepenuh dua telapak tangannya dan
menuangkan di atas kepalanya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Bagi wanita yang mengepang rambutnya, ketika
mandi junub dibolehkan untuk tidak melepas ikatan rambutnya. Pendapat ini
digunakan oleh Imam empat madzhab berdasarkan hadits Ummu Salamah r.a, “Aku pernah bertanya kepada
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam, sesungguhnya aku seorang wanita
yang suka menggelung/mengepang rambut. Haruskan aku melepasnya saat mandi
junub? Beliau menjawab, “Tidak, cukup bagimu menyiram kepalamu 3 kali dan
selanjutnya engkau ratakan air ke seluruh tubuh. Dengan demikian engkau telah
suci.” (HR. Muslim) Syafi’iyah memberikan pengecualian jika air tidak dapat
sampai ke bagian dalam rambut kecuali dengan mengurainya, maka ia wajib
mengurai.
Imam Ahmad membedakan diantara haid dan junub.
Jika mandi wajib itu disebabkan haid dan nifas, maka kepangannya perlu diurai.
Namun jika mandinya sebab junub, maka tidak perlu mengurai rambutnya. [6]
7.
Menyiram air
pada seluruh badan dimulai dari bagian kanan kemudian bagian kiri.
Berdasarkan hadits ‘Aisyah radhiyallahu
‘anha, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mendahulukan yang kanan
ketika memakai sandal, ketika bersisir, ketika bersuci dan dalam setiap perkara
(yang baik-baik).” (HR. Bukhari no. 168 dan Muslim no. 268)
Di dalam amalan ini diperbolehkan
menggunakan sabun untuk menggosok dan membersihkan seluruh tubuh, terutama pada
bagian-bagian yang sulit terkena air semisal di ketiak, pangkal paha,
lipatan-lipatan kulit dan sebagainya. Diperbolehkan juga menggunakan shampoo
untuk membersihkan, mengharumkan atau menyehatkan rambut. Namun, menggosok
dengan sedikit menekan tidak diwajibkan dalam mandi jinabat dan hanya
disunnahkan saja. Dan ini adalah pendapat yang diambil oleh Jumhur selain Imam
Malik, al-Muzani dan Madzhab Syafi’iyah. [7]
8.
Berpindah
tempat kemudian membasuh kedua kaki. Hadits yang diriwayatkan Aisyah radhiyallahu
‘anha menyebutkan bahwa beliau berwudhu seperti wudhu untuk sholat yang
menunjukkan bahwa beliau membasuh kaki. Sementara itu, hadits Maimunah
menunjukkan bahwa beliau baru membasuh kedua kaki setelah mengguyur seluruh
badan. Maka langkah yang baik untuk menyatukan kedua hadits tersebut sebagai
berikut: hadits Maimunah, beliau wudhu secara sempurna, namun beliau membasuh
kedua kaki lagi setelah membasuh seluruh badan ditempat yang berbeda, karena
tempat yang digunakan untuk mandi kotor.
9.
Dibolehkannya
menggunakan handuk setelah mandi. Di dalam hadits Maimunah menyebutkan, ia
memberi beliau kain handuk untuk menyeka bagian-bagian tubuh yang basah, namun tidak beliau terima.
Kemudian beliau mengibas-ibaskan air dengan kedua tangannya.
Berdasarkan hal tersebut, sebagian ulama memakruhkan mengeringkan badan
setelah mandi. Namun pendapat tersebut tak disetujui karena beberapa alasan:
Ø Perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika
itu masih mengandung beberapa kemungkinan. Boleh jadi beliau tidak mengambil kain
(handuk) tersebut karena alasan lainnya yang bukan maksud untuk memakruhkan
mengeringkan badan ketika itu. Boleh jadi kain tersebut mungkin sobek atau
beliau buru-buru saja karena ada urusan lainnya.
Ø Hadits ini malah menunjukkan bahwa kebiasaan Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah mengeringkan badan sehabis mandi.
Seandainya bukan kebiasaan beliau, maka tentu saja beliau tidak dibawakan
handuk ketika itu.
Ø Mengeringkan air dengan tangan menunjukkan bahwa mengeringkan air dengan
kain bukanlah makruh karena keduanya sama-sama mengeringkan. [8]
Maka dapat disimpulkan bahwa mengeringkan air
dengan kain (handuk) tidaklah mengapa. Wallahu a’lam bisshowaab!
________________________
[1] Wahbah
az-Zuhaili, Fiqih Islam wa Adilatuhu Jilid.1, Cet.Ke-6, (Damaskus: Darul Fikr, 2008M), hal.453-454
[2] Wahbah
az-Zuhaili, Ibid, hal.453
[3] Shohih Bukhori
no.154, Muslim hadits no.276
[4] Abu Malik
Kamal bin as-Sayyid Salim, Shahih Fikih Sunnah Jilid.1, (Kairo: Maktabah
at-Tauqifiyah, t.t) hal.173
[5] Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, Ibid, hal.175-176
[6] Wahbah
az-Zuhaili, Ibid, hal.450-451
[7] Abu Malik
Kamal bin as-Sayyid Salim, Ibid, hal.177
[8] Abu Malik
Kamal bin as-Sayyid Salim, Ibid, hal.181
0 komentar:
Posting Komentar