Niat merupakan sesuatu yang penting dalam menetukan suatu
amalan seseorang, apakah nantinya akan bernilai sebuah ibadah ataukah hanya
sekedar kebiasaan dan rutinitas biasa. Terkadang niat juga dapat mempengaruhi besar
kecilnya pahala seseorang, oleh karena itu seyogyanya seseorang memperhatikan
niat sebelum beramal.
Para ulama fiqih ushul fiqh dan ulama hadits banyak
membahas hal ini dan berhujjah dengan hadits Umar radhiyallahu’anhu yang
terkenal itu, dan dapat ditarik kesimpulan yaitu,
Apabila salah satu dari dua niat tersebut ditujukan untuk
kepentingan dunia, maka para ulama tidak memperbolehkannya, sebagaimana
orang yang meniatkan puasa dengan tujuan beribadah dan tujuan kesehatan. Berbeda
halnya jika ia meniatkan tujuan kesehatan tersebut sebagai sarana agar
tercapainya sebuah hikmah maka diperbolehkan.
Kemudian bagaimana jika kedua niat tersebut ditujukan
untuk ibadah saja? Sebagaimana orang yang melakukan puasa senin-kamis dengan
niat menjalankan sunnah dan juga untuk mengqadha’ puasa Ramadhan, atau orang
yang melakukan shalat dua rakaat dengan niat shalat dua rakaat tahiyyatul masjid
dan shalat rawatib, apakah diperbolehkan?
Para ulama sepakat hendaknya ia menentukan niat pada
ibadah-ibadah yang fardlu saja. Adapun Syaf’'iyyah dan Hanabilah menambahkan begitu juga pada shalat-shalat rawatib yang tidak
mutlak dan shalat-shalat yang dilakukan karena ada sebab tertentu, seperti
shalat dhuha dan shalat tahiyyatul masjid.
Dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah dijelaskan, apabila
sebuah amalan diniatkan untuk melakukan yang wajib dan juga sunnah maka
hukumnya boleh selama kedua ibadah itu sama jenis dan tujuannya, dan
akan mendapatkan pahala dari keduanya. Sebagaimana seseorang yang shalat dengan
niat menunaikan shalat fardlu dan sunnah tahiyyatul masjid maka ia akan
mendapatkan keduanya, begitu juga halnya dengan seseorang yang mandi janabah
sekaligus untuk mandi jum’at.
Adapun jika sebuah amalan yang dilakukan dengan dua niat
yang keduanya sama-sama sunnah maka hukumnya boleh. Sebagaimana mandi
dengan niat untuk shalat Ied dan Jumat, puasa arafah bersamaan dengan shaum
senin-kamis, dan shalat tahiyyatul masjid bersamaan dengan shalat rawatib
qabliyah. Kecuali apabila kedua amalan sunnah tersebut berbeda waktu
pelaksanaannya maka tidak diperbolehkan. Contohnya shalat tahiyyatul masjid
dengan qadha sunnah fajar, ataupun shalat ied dengan shalat kusuf. Wallahu
a’lam bish shawwab!
Disarikan dari kitab:
Muhammad Shidqi al-Burnu, Al-wajiz fi idlahi qawaidi
al-fiqhi al-kulliyah
As-Suyuti, Al-Asybah wa an-Nadhair
0 komentar:
Posting Komentar